Selasa 19 Feb 2019 03:15 WIB

Saat Prabowo Ingin Pisahkan KLH dan Kemenhut

Menanggapi ide Prabowo itu, JK mengungkap sejarah digabungkannya dua kementerian itu.

Rep: Febrian Fachri, Fauziah Mursid, Rr Laeny Sulistyawati, Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Calon Presiden, Prabowo Subianto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Calon Presiden, Prabowo Subianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, berjanji akan memisahkan antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) jika menjadi presiden. Menurut ketua umum Partai Gerindra itu, seharusnya KLH berdiri sendiri.

Sehingga, KLH dapat menjalankan fungsinya secara mandiri dalam melindungi aspek-aspek lingkungan hidup, khususnya terkait sektor kehutanan. Dengan begitu, kata Prabowo, harapannya lingkungan hidup dapat lebih terjaga dari pencemaran dan demi nasib generasi berikutnya.

Baca Juga

"Saya akan pisahkan Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Harusnya KLH mengawasi Kemenhut. Ini kok disatukan?" ujar Prabowo Subianto saat sesi debat capres putaran kedua di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Ahad (17/2).

Lebih lanjut, dia menyesalkan saat ini cukup banyak lingkungan di Tanah Air yang tercemar. Hal itu, menurut dia, disebabkan oleh ulah perusahaan-perusahaan besar yang tidak taat hukum, terutama terkait tata pengelolaan limbah. Sebagai contoh, lahan-lahan bekas tambang atau perkebunan milik pengusaha besar kerap terbengkalai, sehingga merusak lingkungan.

Prabowo menambahkan, negara seharusnya bertindak tegas atas kelakuan pengusaha-pengusaha besar. Selama ini, menurut mantan Danjes Kopasus itu, cukup banyak perusahaan yang justru bersekongkol dengan pejabat-pejabat negara, baik di pusat maupun daerah-daerah. Tujuannya agar mereka terbebas dari jerat hukum. 

Usai debat, Direktur Program dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said lebih lanjut menjelaskan, urgensi pemisahan kementerian itu agar KLH nantinya dapat melakukan pengawasan pada Kemenhut.

"Kehutanan itu kan ngelola hutan, kebun pasti ada urusan-urusan yang mengganggu lingkungan. Nah sementara lingkungan hidup baru, dan tugasnya adalah mengawasi menindak," kata Sudirman di Pusat Media BPN, Jakarta, Senin (18/2).

Sudirman menilai, penggabungan urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadikan fungsi pengawasan tidak efektif. Sebaiknya, kata dia antara yang mengelola dan mengeksploitasi hutan (Kehutanan) dengan yang mengawasi dan melakukan penindakan (Lingkungan Hidup) dipisah.

Sementara itu, Kementerian PU dan PR juga diwacanakan untuk dipisah. Sudirman menilai, Kementerian PU memiliki dimensi kerja yang terlalu besar. Sehingga, perumahan rakyat justru berpotensi tertinggal karena terlalu fokus pada pekerjaan umum.

"Jadi kita ingin kembali pada urusan-urusan infrastruktur dasar yang menjadi kebutuhan atau hak asasi rakyat karena itu kita ingin hidup kembali," kata Sudirman.

Sudirman mengatakan, presiden terpilih nantinya akan memiliki ruang untuk melakukan restrukturasi dengan tetap mengacu pada undang-undang Kementerian. Namun, ia belum bisa memastiakn berapa Kementerian yang akan dirombak. Setelah itu, Prabowo baru akan memilih menteri - menteri yang dinilai anti korupsi.

"Kata kuncinya yang sering Pak Prabowo sebutkan adalah kita ingin merekrut orang-orang terbaik yang incorruptable yang tidak bisa disogok yang insya Allah bisa menjaga integritas kebersihannya," ujar dia. 

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut sejarah digabungnya KLH dan Kemenhut dalam satu kementerian. Menurut JK, itu karena Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Pasal 15 UU membatasi jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34.

JK mengungkap, di awal Pemerintahan Jokowi-JK, ada penambahan satu Menteri Koordinator (Menko) yakni Menteri Koordinator bidang Kemaritiman yang membuat jumlah menko kini berjumlah empat. "Karena ditambah satu menko, Menko Maritim, dulu kan ada tiga menko, maka harus ada kementerian yang tegabung, makanya tergabungnya itu KLHK," ujar JK usai nonton debat kedua calon presiden di rumah dinasnya, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Ahad (17/2).

Menurutnya, setiap presiden memiliki kewenangan untuk menerapkan sususan kementerian. Asalkan tidak melebihi batasan 34 kementerian, dan harus ada sembilan kementerian yang wajib ada dalam susunan kabinet menteri.

photo
Foto udara limbah industri di Sungai Cihaur yang bermuara ke Sungai Citarum di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (11/4). Meski adanya larangan membuang limbah oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat setidaknya 25 perusahaan di Kabupaten Bandung Barat masih membuang limbah industri ke anak Sungai Citarum ini.

Hal itu disampaikan JK menyusul pernyataan calon Prabowo Subianto yang mengkritisi disatukannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Prabowo mengatakan, jika ia terpilih, akan memisahkan menjadi dua kementerian.

"Bisa saja, semua presiden itu terpilih dia bebas untuk menerapkan kementerian, terkecuali ada 9 kementerian yang harus ada, kemudian tapi batasannya 35," ujarnya.

Sementara, organisasi lingkungan hidup Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) angkat bicara mengenai ide Prabowo ini. Walhi justru menyarankan dibentuknya lembaga semacam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani lingkungan.

Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati mengakui, wacana pemisahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan merupakan ide yang menarik.

"Kendati demikian, kami evaluasi dan assesment bagaimana efektivitas penyatuan maupun kemungkinan pemisahan lembaga tersebut. Jadi kami belum bisa melihatnya sejauh mana (pemisahan Kementerian LHK)," ujarnya saat konferensi pers komentar Walhi mengenai performa dan kualitas debat capres 2019, di Jakarta, Senin (18/2).

Menurutnya, hal yang lebih penting yaitu melihat krisis ekologis dan penegakan hukum khusus untuk kejahatan lingkungan hingga korupsi sumber daya alam. Karena itu, ia meminta adanya komisi ad hoc langsung di bawah presiden untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

"Jadi perlu ada penegakan hukum KPK lingkungan dan pengadilan lingkungan hidup supaya penegakan hukum satu atap. Karena kalau sekarang hanya diterapkan di sekelas dirjen Kementerian LHK," ujarnya.

Karena itu, dia melanjutkan, ketika lembaga seperti KPK lingkungan dibentuk maka kasus-kasus terkait persoalan diatas akan diproses dengan cepat dan penyidik berada dalam institusi kemudian bisa segera mengeksekusi atau membawa kasus itu ke pengadilan khusus lingkungan. Ia menyebut hal ini sebenarnya memungkinkan apalagi di dalam Undang-Undang 32/2009 tentang perlindungan lingkungan hidup menyebutkan ada satu pasal yang memungkinkan suatu proses penegakan hukum satu atap.

Karena itu, untuk membentuk lembaga ini, ia meminta pemerintah harus bekerja sama dengan kepolisian. "Kalau ini bisa didorong untuk menjadi institusi independen yang kuat, di mana di situ bersatu semua penyidik, penyelidik, dan lain-lain itu akan mempercepat proses penegakkan hukum dan pengambil alihan kalau terjadi kerugian-kerugian negara. Karena jika kasus tidak ditangani secara khusus (oleh KPK lingkungan) maka kami tidak bisa mengejar ketinggalan upaya pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diharapkan," ujarnya.

photo
Kebakaran hutan dan lahan akibat musim panas semakin meluas terjadi dan sudah mendekati pemukiman warga di kecamatan Dumai Barat kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (12/2/2019).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement