REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf mempertanyakan pemahaman Capres 02 Prabowo Subianto terhadap ekonomi digital. Sebab Prabowo tidak paham makna unicorn, istilah yang digunakan pada suatu startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari USD 1 miliar.
Sebelumnya, Jokowi bertanya kepada Prabowo soal infrastruktur apa yang akan dibangun Prabowo untuk mempercepat munculnya startup unicorn. Tapi Prabowo dianggap tak memahami unicorn. Prabowo menganggap unicorn membuat uang Indonesia lari ke luar negeri.
"Jadi kalau ada unicorn-unicorn. Ada teknologi hebat, saya khawatir mempercepat uang kita lari ke luar negeri. Kalau kita tidak hati-hati dengan antusiasme untuk internet, e-commerce, e ini, e itu, saya khawatir ini bisa mempercepat uang lari dari dalam negeri ke luar negeri," tutur Prabowo dalam debat capres tadi malam.
Menanggapi hal itu, Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN, Ipang Wahid mengatakan jawaban Prabowo di luar konteks persoalan. Munculnya startup unicorn tidak ada kaitannya dengan mempercepat uang lari dalam negeri ke luar negeri.
“Justru startup unicorn ini menarik investasi dari venture capital di luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Pak Prabowo sepertinya tidak tahu apa itu unicorn,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (18/2).
Padahal, kata Ipang, dari tujuh unicorn dari Asia Tenggara, empat di antaranya dari Indonesia. Yakni, GO-JEK, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
“Tiga startup lainnya seperti SEA, Grab, dan Revolution Precrafted tak mungkin jadi unicorn kalau tidak karena Indonesia,” ujar ketua kelompok kerja industri kreatif di Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) tersebut.
Ipang menyayangkan Prabowo tidak bisa memahami unicorn. Padahal bisnis startup yang digawangi anak-anak milenial justru berlomba-lomba menjadi unicorn. Apalagi, kata Ipang, menyambut revolusi industri 4.0 dan bonus demografi yang segera datang, industri kreatif bakal jadi tumpuan ekonomi nasional.
“Ketidakpahaman Pak Prabowo terhadap unicorn membuat saya khawatir, jangan-jangan beliau tidak paham perkembangan ekonomi digital. Ini fatal. Untuk memimpin negara sebesar Indonesia, pemahaman terhadap industri baru seperti ekonomi kreatif dan revolusi industri 4.0 sangat penting karena ini terkait ekonomi nasional sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja,” tuturnya.