REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sapto Andika Candra, Febrian Fachri
JAKARTA -- Debat calon presiden (capres) putaran kedua semalam berlangsung relatif lebih hangat daripada debat perdana. Masing-masing calon presiden, baik capres nomor urut 01 Joko Widodo maupun capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, mulai berani saling melontarkan serangan.
Pada awal debat, Joko Widodo (Jokowi) memanfaatkan momen paparan segmen kedua untuk memamerkan apa-apa saja program pembangunan yang pernah ia kerjakan sebagai presiden selama 4,5 tahun terakhir. Jokowi menjawab pertanyaan dari moderator tentang peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index di bidang infrastruktur masih di angka 71 dari 140 negara.
Jokowi memaparkan berbagai pembangunan yang pernah ia garap, mulai dari jalan tol, jalan raya, pelabuhan, hingga pelabuhan selama ini. Menurut dia, pembangunan infrastruktur adalah kunci untuk meningkatkan konektivitas yang berujung pada peningkatan iklim kompetisi usaha.
Namun, menariknya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menanggapi Jokowi dengan pernyataan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan di era kepemimpinan Jokowi terkesan grasa-grusu. Prabowo menuding bahwa pembangunan sejumlah infrastruktur pada era Jokowi dilakukan tanpa feasibility study atau studi kelayakan yang memadai.
"Ini jadinya infrastruktur banyak yang rugi dan sangat sulit dibayar. Infrastruktur itu harusnya untuk rakyat, bukan rakyat buat infrastruktur. Jangan infrastruktur jadi monumen. Contoh LRT Palembang dan macam-macam lagi," ujar Prabowo dalam sesi debat capres, Ahad (17/2).
Menanggapi itu, Jokowi berbalik menyerang Prabowo dengan mengatakan bahwa anggapan pembangunan infrastruktur tanpa studi kelayakan adalah salah. Jokowi beralasan, perencanaan proyek infrastruktur yang dilakukan pada eranya sudah dilakukan sejak lama. Meski begitu, Jokowi tidak menjelaskan penggunaan istilah “lama” itu mengarah kepada pemerintahan sebelumnya atau hanya pada era Jokowi saja.
Jokowi juga menegaskan, seluruh proyek yang dibangun sudah melalui tahap detail engineering design (DED) atau proyek perencanaan fisik. Jokowi mengatakan, pembangunan infrastruktur pada eranya dilakukan sesuai tahapan yang semestinya.
"Mengenai tadi yang disampaikan soal LRT Palembang dan MRT Jakarta, semuanya butuh waktu," kata Jokowi.
Prabowo: Infrastruktur jangan jadi monumen
Jokowi menanggapi Prabowo soal sebutan bahwa infrastruktur jangan hanya menjadi monumen. Pernyataan Prabowo itu mengacu pada proyek LRT Palembang yang dilaporkan merugi. Menjawab hal itu, Jokowi menilai memindahkan budaya masyarakat dari pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna kendaraan umum tidak mudah.
"Memindahkan budaya yang senang naik mobil sendiri dan senang transportasi massal yang saya pelajari di negara lain butuh 10-20 tahun. Tidak mudah. Kalau belum ramai, wong baru empat-enam bulan," jawab Jokowi.
Perdebatan yang agak sengit juga sempat terjadi saat Prabowo mengatakan lebih ingin memprioritaskan ketersediaan pangan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia daripada menatap revolusi industri 4.0. Menurut Prabowo, Indonesia belum siap untuk mengikuti tren 4.0 karena kenyataannya, menurut Ketua Umum Partai Gerindra itu, masih banyak rakyat Indonesia yang sulit mendapatkan pangan dengan harga terjangkau.
"Kita belum bisa bicara 4.0 kalau petani kita sendiri masih susah. Kita belum bisa jamin pangan. Masyarakat sulit penuhi kebutuhan dengan harga terjangkau," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, Jerman sebagai negara maju menyongsong revolusi 4.0 untuk memproduksi berbagai produk.
Revolusi itu, kata Prabowo, telah mengurangi lapangan kerja bagi masyarakat Jerman karena tenaga manusia kini berganti menjadi tenaga mesin dan robot. Prabowo menilai Indonesia belum siap ke arah itu karena rakyat masih belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan pokok.
"Pangan saja kita masih impor," ujar Prabowo.
Sebaliknya, Joko Widodo optimistis Indonesia siap menyongsong revolusi 4.0. Jokowi merasa Indonesia justru sudah siap ikut bersaing dengan negara luar dan ikut melaksanakan revolusi. "Jangan pesimistis, Pak Prabowo. Kami malah optimistis. Petani-petani kita justru sekarang malah lebih mudah menyalurkan hasilnya langsung kepada konsumen. Harga-harga sekarang lebih baik bagi petani," ujar Jokowi.
Prabowo juga sempat mengkritisi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bidang agraria, yakni pembagian sertifikat tanah yang ia nilai kurang tepat dalam jangka panjang. Menurut Prabowo, kebijakan bagi-bagi tanah ini hanya cukup untuk jangka pendek.
"Apa yang Dilakukan Bapak Joko Widodo dan pemerintahnya menarik dan populer untuk satu-dua generasi," kata Prabowo.
Meski demikian, Prabowo tak menyampaikan solusi yang jelas dalam menjawab permasalahan agraria itu. Prabowo secara retoris hanya mengingatkan agar kembali ke UUD 1945. "Kita berbeda, strateginya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, bumi dan air dan semua kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara," kata Prabowo Subianto dalam debat tersebut.