Rabu 13 Feb 2019 23:00 WIB

Status Darurat Kebencanaan Berdampak Besar Bagi Pariwisata

Status darurat di wilayah bencana membuat wisatawan urung datang

Menteri Pariwisata, Arief Yahya
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Menteri Pariwisata, Arief Yahya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pariwisata Arief Yahya mengakui bencana alam berpengaruh besar terhadap penurunan jumlah wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Menurut Arief, apalagi dengan adanya status darurat di wilayah terjadi bencana, membuat wisatawan urung datang ke daerah wisata.

Hal ini kata Arief, sudah terjadi di beberapa destinasi wisata yang dilanda bencana, seperti Bali karena meletusnya Gunung Agung, Lombok karena bencana gempa, dan tsunami di Selat Sunda

"Yang paling membuat besar pengaruh orang menbatalkan adalah status, kalau di pariwisata itu di kebencanaan ada status namanya waspada, ada siaga, ada awas, begitu Pemda menetapkan itu, apa yang terjadi? Di seluruh dunia menerbitkan travel warning atau travel advisor," ujar Arief usai rapat koordinasi pengembangan pariwisata di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (13/2).

Padahal menurut Arief, tidak berarti semua daerah wisata terdampak bencana. Menurutnya, daerah wisata yang tidak kena bencana pun, ikut terdampak merosotnya jumlah wisawatan. Ia mencontohkan bencana meletusnya Gunung Agung pada 2018 lalu yang membuat sektor wisata sempat menurun.

Ia mengungkap, ditetapkannya status darurat Gunung Agung memang membuat bantuan banyak datang ke lokasi bencana, namun kerugian dirasakan keseluruhan sektor wisata di Bali.

"Bali waktu itu 15 ton per hari, katakanlah Rp10 ribu itu Rp150 juta rupiah bantuannya berupa beras, namun kerugiannya, Bali itu kedatangan 15 ribu wisman (wisatawan mancanegara) yang kalau dirupiahkan 15 juta US dollar atau 1000 kali lipat daripada itu," ujar Arief.

Karenanya, pada waktu itu, ia meminta Presiden Joko Widodo menurunkan status darurat dengan tetap memastikan penanganan bencana di wilayah terdampak Gunung Agung. Itu juga kata Arief, yang terjadi saat Lombok dilanda gempa besar selama dua kali, tidak ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Karena pertimbangan yang sama, kalau dinyatakan darurat dan Lombok adalah destinasi utama, kerugiannya jauh lebih besar daripada bantuannya, namun pemerintah komitmen dan tertulis di Perpres Lombok akan diberikan dukungan sebagaimana kalau dia dalam kondisi darurat," ujar Arif.

Karena itu, ke depannya ia berharap dalam penetapan status darurat daerah wisata yang terkena bencana dipertimbangkan masing-masing Pemerintah daerah. Hal ini untuk mencegah penurunan wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara, dimana Pemerintah menargetkan 20 juta wisatawan mancanegara untuk 2019.

"Saya sangat sarankan seandainya gubernur, bupati menetapkan kondisi darurat apa namanya waspada, awas, siaga 1, siaga 2, apapun itu, menyatakan darurat satu sisi tapi impact ekonomi atau kesejahteraan masyarakat jauh lebih besar," kata Arief.

"Jadi yang paling bagus adalah buat surat ketetapan, kalau ini tsunami bencana sudah nasional, ketetapan dari presiden, bahwa kondisi daruratnya hanya misalnya di Anak Krakatau lima kilometer, sedangkan selat sunda secara keseluruhan normal," ujarnya.

Hari ini, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengumpulkan sejumlah menteri untuk membahas empat destinasi wisata super prioritas, diantaranya Danau Toba, Candi Borobudur, Mandalika di Pulau Lombok, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT). Empat destinasi super prioritas itu masuk dalam 10 wisata Bali baru yang ditetapkan Pemerintah era Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hadir dalam rapat tersebut, antara lain Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutana Siti Nurbaya dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement