Rabu 13 Feb 2019 06:19 WIB

Anies: Pengambilalihan Air Sesuai Rekomendasi

HOA akan berisi mengenai pengambilalihan tata kelola air, termasuk langkah-langkahnya

Rep: Farah Noersativa/ Red: Bilal Ramadhan
Anies Baswedan
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menuturkan, pihaknya telah mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh Tim Evaluasi Tata Kelola Air perihal pengambilalihan air dari pihak swasta. Rekomendasi itu diberikan atas kajian banyak aspek.

“Kita mengikuti rekomendasi yang disusun oleh tim tata kelola air. Jadi, tim tata kelola air menyusun studi, mengkaji banyak aspek,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/2).

Dalam proses pengkajian semasa enam bulan penugasan, pihaknya direkomendasikan untuk mengambil opsi-opsi yang ditawarkan. Anies memilih opsi penghentian melalui mekanisme perdata yang direkomendasikan oleh tim.

Sebelumnya, dalam konferensi pers yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada Senin (11/2) lalu, dia menyebut langkah pengambilalihan air sangat penting. Tujuan langkah itu, kata dia, adalah mengoreksi kebijakan perjanjian yang dibuat pada masa Orde Baru, tepatnya pada 1997.

Selama 20 tahun perjalanan perjanjian ini, pelayanan air bersih di Ibu Kota tidak berkembang sesuai harapan. Dia menyebut pengelolaan air di DKI Jakarta dengan pihak swasta bermasalah. Anies menjelaskan, setidaknya ada tiga hal penyebab permasalahan tersebut.

“Pertama adalah perjanjian ini bermasalah. Hak eksklusivitas. Jadi, kita tahu investasi terkait dengan pengelolaan air ini di dalam perjanjian kerja sama harus seizin pihak swasta,” ujar Anies.

Pihaknya mengaku kesulitan ketika dia berkeinginan menambah jaringan air. Sebab, menurut peraturan, dia harus meminta izin kepada pihak swasta. Alasan kedua, pengelolaan seluruh aspek seluruhnya ada pada pihak swasta. Aspek itu dimulai dari produksi air baku, pengelolaan dan pengolahannya, distribusi, dan pelayanannya.

Kemudian, alasan yang menjadi masalah adalah di mana negara di dalam perjanjian itu harus memberikan jaminan keuntungan 22 persen. Artinya, bila target tidak tercapai, negara masih harus membayar keuntungan kepada swasta.

“Kalau hari ini angkanya tercapai, mungkin lain cerita. Tapi, hari ini angka itu tidak tercapai, target jangkauannya. Tapi, negara berkewajiban [membayar],” ujar Anies.

Pengacara publik mewakili Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) Tommy Albert menekankan kepada Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk tetap berkomitmen dalam sikap pengambilalihan air dari swasta. Dia meminta pengambilalihan air harus dilakukan secara keseluruhan, bukan hanya sebagian saja.

Dia menyetujui adanya rencana pembuatan sebuah perjanjian yang disebut head of agreement atau HOA. Namun, HOA harus mencapai tujuannya, yaitu pengambilalihan tata kelola air sepenuhnya.

“Setuju dengan rencana HOA jika pengambilalihannya sebagaimana yang Gubernur katakan sebelumnya, yakni pengambilalihan sepenuhnya, bukan pengambilalihan sebagian,” kata Tommy kepada Republika, Selasa (12/2).

Pengambilalihan air dari dua perusahaan swasta yang menjadi mitra Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD PAM Jaya sepenuhnya yang dia maksud adalah pengambilalihan dari segala aspek. Aspek-aspek itu adalah dari persiapan produksi air baku, pengelolaan dan pengolahan, distribusi, dan juga pelayanannya.

Dia menyayangkan kemauan Gubernur DKI Jakarta ini tak selaras dengan dengan Tim Evaluasi Tata Kelola Air maupun PD PAM Jaya sendiri. Oleh sebab itu, dia pun akan tetap melanjutkan pengawalan terhadap kinerja pemprov dalam pembuatan HOA yang akan dibuat dalam kurun waktu satu bulan ini.

Dalam pengawalannya itu, dia akan memastikan air akan dikembalikan ke negara seluruhnya. Sebab, menurut konstitusinya, air merupakan hak warga negara. Di samping itu, dia menilai adanya keuntungan atau potensi pendapatan yang besar dalam pengelolaan air di DKI Jakarta.

Dia akan memastikan keuntungan itu tak jatuh kepada sebuah kelompok korporasi, tetapi kepada pemprov dan juga masyarakat DKI Jakarta. “Saya heran kenapa ada potensi pendapatan yang besar tapi ada pihak negara yang masih justru berkeras itu dikelola oleh swasta,” kata dia.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengapresiasi langkah hukum yang dilakukan oleh pemprov dalam rangka pengambilalihan air dari swasta. Namun, ia menilai yang harus dibenahi Anies, yaitu pengelolaan air harus dipegang oleh orang yang tidak punya kepentingan dalam konteks bisnis swasta.

Dia lebih mengawasi langkah-langkah yang akan dilakukan oleh direktur PD PAM Jaya dalam memenuhi komitmen mengambilalih air dari swasta. Sebab, direktur utama PD PAM Jaya saat ini, Priyatno Bambang Hernowo, sebelumnya merupakan commercial and operational director PT Aetra Air Tangerang.

“Sekarang ini soal pengelolaan ini PAM makin tidak jelas karena Anies mengambil dirut yang notabene orang yang punya kepentingan di perusahaan swastanya. Ini kan agak repot juga,” kata Gembong.

Direktur Utama PD PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menjelaskan, pihaknya diminta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan untuk membuat HOA dengan pihak swasta. HOA itu, kata dia, akan diisi terkait dengan pengambilalihan pengelolaan air bersih.

Dia menekankan, dalam kurun satu bulan itu, hanya HOA yang nanti akan ada. HOA itu akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengambilalihan tata kelola air, termasuk langkah-langkah dan juga jadwalnya.

“Kalau menurut kami, itu perjanjian definitif. Jadi, nanti setelah HOA itu maka step selanjutnya akan bicara detailnya, termasuk pembuatan perjanjian definitifnya,” ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement