Selasa 12 Feb 2019 18:46 WIB

Setop Swastanisasi Air, Anies Tuai Pujian

Air selama ini menjadi barang yang mahal dan eksklusif

Rep: Ali Mansur/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendatangi lokasi kebakaran di Kelurahan Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa (22/1).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendatangi lokasi kebakaran di Kelurahan Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil alih pengolahan dan pelayanan air bersih di Jakarta dari pihak swasta yakni PT Aetra dan PT Palyja menuai pujian. Keputusan Anies tersebut dianggap  tepat dan berani, juga dianggap bentuk nyata janji Anies saat kampanye yaitu "Maju Kotanya, Bahagia Warganya". 

Salah satu pujian datang dari senator DKI Jakarta Fahira Idris. Dia menilai keputusan Gubernur Anies ini adalah kabar bahagia bagi warga Jakarta di tengah hiruk pikuk Pemilu 2019.

Baca Juga

Keputusan tersebut mengembalikan kedaulatan warga atas air bersih serta menjalankan amanat konstitusi memenuhi kebutuhan warga atas air bersih. “Keputusan stop swastanisasi air ini menegaskan, Gubernur Anies lebih memilih berdiri bersama warga,” ujar Fahira Idris dalam pesan singkatnya kepada Republika, Selasa (12/2).

Menuruf Fahira, selama air menjadi barang yang ‘mahal dan eksklusif’, sebuah kota tidak akan kunjung mencapai kemajuan. Ini karena air bersih adalah kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Ketika air bersih jadi ‘mahal dan eksklusif’ maka tidak hanya akan menggerus produktivitas tetapi juga mengganggu perekonomian warga.

"Karena harus menyisihkan pendapatannya dalam jumlah signifikan untuk mendapatkan air bersih. Itulah kenapa, lebih dari satu dekade lalu, kota-kota maju di dunia sudah ‘mendepak’ swastanisasi air, dan lebih memilih mengelola air bersihnya sendiri untuk warganya," keluhnya.

Lanjut Fahira, keputusan Gubernur Anies mengambil alih seluruh aspek pengelolaan dari pengolahan air baku hingga pelayanan dari swasta ini akan menjadi awal penyelesaian peliknya persoalan air bersih di Jakarta. Ini juga langkah tepat untuk mengembalikan hak semua warga di seluruh titik Jakarta untuk menikmati air bersih yang memang sesuai konstitusi harus dipenuhi negara. 

"Keputusan ini bukan hanya harus diapresiasi tetapi juga harus kita rayakan sebagai kemenangan warga Jakarta,” kata Fahira. 

Fahira sendiri menyakini proses pengambilalihan pengelolaan air ibu kota dari pihak swasta akan segera rampung dan berjalan lancar. Karena memang dilihat dari sisi manapun selama dikuasai swasta cakupan layanan air ibu kota tidak mengalami kemajuan signifikan. Dalam 20 tahun (1998-2017), cakupan layanan air hanya meningkat 14,9 persen (tahun 1998 sebesar 44,5 persen, kemudian pada 2017, nilainya hanya meningkat menjadi 59,4 persen atau masih jauh dari target akhir kontrak di tahun 2023 sebesar 82 persen.

“Pemprov DKI punya posisi kuat untuk mengambil alih pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi warganyanya, untuk memastikan semua warga Jakarta terpenuhi haknya menikmati air bersih,” tutup Fahira. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement