REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jakarta dipenuhi bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Rumah-rumah warga ibu kota berderet di sepanjang jalan. Di tengah sesaknya beton-beton itu, warga mencoba memanfaatkan sedikit lahan kosong untuk ditanami berbagai jenis sayuran.
Lahan yang tak terawat kerap dijadikan warga sebagai tempat pembuangan sampah (TPS) liar. Selain menjadi sarang penyakit, menimbulkan aroma tak sedap, lahan tak terawat itu tidak enak dipandang mata. Apalagi jika lahan itu berada di pinggir jalan utama.
Salah satunya sebuah lahan dengan luas sekitar 290 meter persegi. Lahan kosong itu terletak di Jalan Nimun Raya Tanah Kusir Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan tepatnya di RW 10. Kini, warga menyulap tempat pembuangan sampah menjadi kebun sayur nan hijau.
"Tadinya ini lahan kosong, enggak terawat. Warga pada buang sampah ke sini. Kan enggak bagus dilihat sama orang-orang yang lewat sini. Daripada jadi sarang nyamuk, ya sudah digarap biar bersih, rapi, hijau, jadi tempat tanam-tanaman," ujar Eka Yulianti saat ditemui Republika di kebun sayur itu, Ahad (10/2).
Eka saat ini menjadi Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni Indah RW 10, Kebayoran Lama Selatan. Ia bersama 15 orang anggota KWT RW 10 mengelola kebun sayur dari mulai menggarap lahan, menanam benih tanaman, panen, hingga mengelola hasil panen.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni Indah RW 10, Eka Yulianti di kebun sayur yang berada di RW 10 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan, Ahad (10/2).
Awalnya, Eka hanya sendiri berawal dari kegerahan melihat lahan kosong dijadikan TPS. Lantas, ia meminta izin kepada sang pemilik lahan, seorang warga yang juga tetangga Eka. Tak mendapat penolakan dari empunya, ia bersama suaminya mulai menggarap lahan untuk ditanami pada 2017 lalu.
Namun, karena lahan itu dipenuhi sampah rumah tangga dan puing-puing bangunan yang sulit dibersihkan. Ia pun meminta bantuan para petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) setempat untuk membersihkan dan meratakan tanahnya.
"Kalau minta izinnya akhir 2016. Mulai menaman itu 2017, jadi sudah sekitar satu tahun berjalan," kata Eka.
Ketika benih sudah ditabur, ia pun harus rajin menyiraminya. Eka harus membawa air bolak-balik dari rumahnya. Ember bekas cat dipakainya untuk mengangkut air dari rumah ke kebun berjarak kurang lebih berjarak lima rumah. Hal itu terus ia lakukan beberapa waktu.
Terkadang, warga yang melihatnya iba, mengizinkan Eka untuk mengambil air di rumahnya. Agar Eka tak jauh-jauh membawa air yang berat itu. Tak lama, Ketua RW pun memberikan fasilitas kepada Eka atas idenya untuk membuka kebun sayur di wilayahnya.
"Dari RW dibantu juga, daripada bantuan uang saya bilang 'Ini saja, saya butuh pipa, butuh selang buat menghubungkan air ke kebun," tutur Eka.
Bak gayung bersambut, pihak kelurahan Kebayoran Lama Selatan pun memfasilitasi kegiatan warganya. Menurut Eka, Bapak Lurah ingin warganya lebih produktif. Hingga akhirnya, di 12 RW yang ada di Kelurahan Kebayoran Baru Selatan masing-masing memiliki Kelompok Wanita Tani.
Lahan yang Eka garap menjadi kebun sayur itu pun kini menjadi Kelompok Wanita Tani (KWT) RW 10. Tak hanya itu, Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan turut membantu dengan memberdayakan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani tersebut.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni Indah RW 10, Eka Yulianti di kebun sayur yang berada di RW 10 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan, Ahad (10/2).
Melalui Kasatpel KPKP Kecamatan Kebayoran Lama, Eka mendapat bimbingan menanam sayuran. Sebagai ketua, ia ingin setiap anggota mendapat kemampuan bercocok tanam. Eka mengirimkan anggotanya secara bergantian ke agenda atau kegiatan yang diselenggarakan Dinas KPKP.
"Bertanam kan enggak asal ya, harus tahu ilmunya juga. Kita sering kalau ada hama kita foto misalnya daunnya kenapa ke pembimbing nanti mereka jawab penyebabnya terus solusinya pakai apa," jelas Eka.
Ia mengatakan, saat ini kebun sayur itu sudah panen tomat, sawi, pokcoy, dan cabai. Bahkan, dukungan dari Dinas KPKP memberikah arahan pascapanen atau mengolah hasil panen menjadi suatu olahan atau produk. Eka menyebut, KWT Seruni Indah pernah membuat saos dengan hasil panen cabai.
Selain menambah keterampilan, menurutnya, ibu-ibu menjadi tahu tentang mengolah bahan yang ada di sekitar. Ia mengatkan, hal itu juga sekaligus menerapkan prinsip Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA). Warga bisa mengolah makanan yang aman tanpa bahan pengawet, pewarna, maupun bahan kimia.
Eka menjelaskan, kompos yang dipakai pun berasal dari warga yang memiliki peliharaan kambing. Kemudian ia mengolah kotoran hewan menjadi pupuk organik. Kemudian, hasil panen pun bisa dinikmati bersama warga. Ketika waktu panen datang, diadakan acara makan bersama di saung kecil yang ada di kebun.
"Dari warga, yang mengerjakan warga, hasilnya buat warga lagi," kata Eka.
Hasil panen itu, lanjut Eka, dibagikan untuk anggota KWT Seruni Indah. Sebagian lainnya dijual kepada warga sekitar juga. Hasil penjualan kemudian dikumpulkan untuk kembali membeli benih dan kebutuhan bercocok tanam lainnya.
Saat ini, menurut Eka, keuntungan bisnis bukan menjadi prioritas utama KWT Seruni Indah. Ia hanya ingin warga tertular untuk memanfaatkan lahan sempit yang ada di rumahnya untuk bertanam. Ia pun merasakan kepuasan tersendiri saat ada warga yang bertanya tentang cara menanam.
Bahkan tak jarang, ada juga warga yang memberikan tips atau solusi untuk saling berbagi pengetahuan tentang menanam tanaman. Eka berharap, di tengah kota Jakarta yang katanya tak ada lahan bisa terus hijau oleh tumbuh-tumbuhan. Dimulai dari tingkat terbawah, warga bisa mewujudkannya dengan menanam tanaman yang bisa dilakukan di rumah.
"Ini seledri bisa tumbuh di Jakarta. Pokoknya kalau tahu ilmunya, bisa juga. Makanya saya enggak fokus dulu satu tanaman, saya mau coba berbagai tanaman dulu, bisa enggak di Jakarta menanam ini, menanam itu," ungkap Eka.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni Indah RW 10, Eka Yulianti di kebun sayur yang berada di RW 10 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan, Ahad (10/2).