Senin 11 Feb 2019 06:03 WIB

Yang Luput dari Pertemuan Syekh Al Azhar-Paus Fransiskus

Paus Fransiskus mengatakan Islam adalah agama kedamaian, iman, dan kasih sayang.

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Pada 03-05 Februari lalu, Abu Dhabi jadi sorotan dunia. Dua pemimpin besar umat Islam dan Katolik, Syekh Dr Ahmad Thayyib dan Paus Fransiskus, bertemu di ibu kota Uni Emirat Arab (UEA) itu. Syekh Thayyib merupakan Grand Sheikh (pemimpin tertinggi) Al Azhar, Mesir. Paus adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Pertemuan kedua pemimpin ini telah membuka babak baru hubungan yang lebih baik dan lebih harmonis antara umat Islam dan Katolik.

Yang menarik, pertemuan itu atas prakarsa dan undangan dari Pangeran Muhammad bin Zayed al Nahyan, putra mahkota Abu Dhabi. Kunjungan Paus di UEA merupakan yang pertama. Bahkan juga di negara-negara Teluk, yang hampir seluruh warga negaranya beragama Islam — Islam adalah agama resmi negara.

Namun, jumlah warga negara UEA sebenarnya sangat kecil. Dari jumlah penduduk sebanyak 9,3 juta jiwa, hanya 15 persen saja yang berkewarganegaraan UEA. Selebihnya adalah pekerja asing dan keluarganya alias ekspatriat. Agama para ekspatria ini macam-macam. Yang menganut Katolik sekitar 1,3 juta jiwa, lebih besar dari warga Katolik di Irak, Suriah, dan Yordania.

Untuk menjaga harmonisasi antar-penduduk – baik yang asli maupun pendatang --, penguasa UEA kemudian membentuk kementerian toleransi (wizaratu at-tasamuh) pada 2016.  Bahkan, karena pentingnya kementerian ini, menterinya pun dijabat keluarga penguasa UEA, yaitu Sheikh Nahyan bin Mubarak al Nahyan. Di seluruh negara Arab, juga Timur Tengah, hanya UEA yang mempunyai kementerian toleransi. Toleransi bahkan dijadikan agenda utama tahun 2019 ini (tahun toleransi).

Dalam konteks seperti inilah, Abu Dhabi, UEA, menjadi tuan rumah pertemuan Paus Fransiskus dengan Sheikh Al Azhar, dilanjutkan dengan konferensi ‘persaudaraan umat manusia’ (al ikhwah al insaniyah). Puncaknya adalah penandatanganan sebuah dokumen, yang isinya antara lain perlunya membangun jembatan antar-agama, budaya, dan masyarakat yang berbeda-beda.

Juga menyerukan dialog antarpengikut agama secara terbuka, penuh toleransi, dan saling menghormati. Selanjutnya, dokumen itu juga menyerukan penghentian penggunaan agama untuk menebar dan memicu kebencian, permusuhan, kekerasan, ekstremisme, dan intoleransi.

Dalam pidatonya, Paus Fransiskus menggarisbawahi bahwa penggunaan ‘nama Tuhan’ untuk berbuat kekerasan dan teror justru akan menodai agama itu sendiri. Sheikh Al Azhar menandaskan semua agama melarang pertumpahan darah.

Ada dua hal penting disampaikan Sheikh Al Azhar. Pertama, seruan untuk melindungi umat Kristiani di negara-negara kawasan Timur Tengah, dan menganggap mereka sebagai mitra sesama warga negara.

Pesan ini ia kemukakan setelah melihat banyaknya warga Kristen di beberapa negara Arab yang mengalami tindak kekerasan, diskriminasi, dan pengusiran, terutama selama 30 tahun terakhir. Sheikh Al Azhar juga meminta agar tidak digunakan kata minoritas dan mayoritas untuk menandai kelompok agama tertentu.

Kedua, meminta kepada umat Islam yang hidup di negara-negara Barat agar mengintegrasikan diri dalam masyarakat di mana mereka berada. Permintaan ini terkait dengan maraknya Islamophobia di masyarakat Barat, dipicu perasaan kebencian dan permusuhan terhadap Islam dan umat Islam. Islamophobia yang juga diakibatkan tindak terorisme dan ekstremisme dengan mengatasnamakan Islam.

Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstrem kanan Barat yang rasis untuk kepentingan politik, dengan retorika anti-Islam dan imigran Arab.

Dalam menghadapi gelombang Islamophobia ini, Sheikh Al Azhar  meminta agar komunitas Muslim tidak menutup diri. Justru, kata Sheikh Al Azhar, mereka harus lebih terbuka dan berbaur dengan masyarakat setempat.

Sikap eksklusivisme  dikhawatirkan akan dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal untuk merekrut anak-anak muda menjadi teroris. Sebaliknya, sikap eksklusif komunitas muslim juga bisa dijadikan alat propaganda kelompok ekstrem kanan Eropa/Barat untuk menumbuhkan Islamophobia. 

Pertemuan Sheikh Al Azhar dengan Paus Fransiskus di Abu Dhabi kali ini merupakan yang keempat. Sebelumnya mereka telah bertemu di Vatikan dan Mesir. Beberapa pengamat di Timur Tengah menyebutkan, pertemuan dua pemimpin umat Islam dan umat Katolik ini tidak akan terjadi bila Grand Sheikh Al Azhar bukan Dr Ahmad Thayyib dan pemimpin tertinggi di Vatikan bukan Paus Fransiskus.

Kedua pemimpin disebutkan mempunyai pemahaman yang sama tentang perlunya umat beragama berperan aktif menciptakan perdamaian dunia. Bahwa kerja sama antar pemeluk agama sangat dimungkinkan selama masing-masing saling menghormati, bersikap terbuka dan toleran, serta tidak saling menafikan. Dan, semua itu harus dimulai dari para pemimpin agama itu sendiri.  

Paus Fransiskus beberapa kali mengatakan Islam adalah agama iman, kedamaian, dan kasih sayang. Ia mencontohkan tentang peradaban dunia yang telah dibangun umat Islam. Bertahun-tahun mereka hidup penuh cinta dan damai di berbagai belahan dunia, termasuk di Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement