REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia dinilai masih rendah. Oleh karena itu, lembaga Sahabat Rakyat Indonesia (SRI) mendorong partisipasi kaum perempuan dan generasi milenial dalam berpolitik.
Ketua Perempuan Milenial SRI Kota Bandung, Sari Lestia berharap bahwa kaum perempuan dapat sadar akan berpolitik, terlebih dengan kondisi pemerintahan saat ini. Mengingat dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, terdapat sejumlah nama perempuan yang aktif dalam jajaran kabinet menterinya.
"Perempuan milenial saat ini harus menjadi regenerasi dari srikandi yang ada pada pemerintahan Jokowi. Seperti Menteri Susi Pudjiastuti, Khofifah Indar Parawansa dan masih banyak lagi," katanya seperti dalam siaran persnya, Ahad (10/2).
Ia mengatakan partisipasi perempuan sangat penting untuk menyuarakan kepentingan perempuan di pemerintahan. Sehingga pembangunan bisa memperhatikan kaum perempuan.
Akademisi Unpad, Antik Bintari mengatakan sejumlah faktor menyebabkan perempuan masih dipandang sebelah mata dalam dunia politik. Termasuk soal logistik, yang masih merasa perempuan masih belum memiliki modal atau kekuatan untuk maju dalam pencalonan di pemilu.
"Ini harus menjadi perhatian bersama, walau memang saat ini sudah mulai ada peningkatan partisipasi perempuan. Sudah saatnya perbedaan gender bukan jadi hal yang utama," terangnya.
Ia menambahkan bahwa suara milenial dan perempuan dalam Pemilu 2019 masih menjadi swing voter, sehingga belum menentukan pilihan akan kemana. Oleh karena itu, suara yang mencapai angka jutaan tersebut, harus diberi kesadaran untuk aktif dalam politik dan pemilu.
Politisi Muda PDIP, Kirana Larasati mengatakan bahwa suara kaum milenial cukup berpengaruh dalam Pemilu 2019. Dimana terdapat sekitar 9 juta suara milenial, yang diantaranya adalah kaum perempuan.
"Kepedulian 9 juta generasi milenial, sangat dibutuhkan dalam pesta demokrasi ini. Karena suara milenial mempunyai arti sangat penting di pemerintahan negara manapun, termasuk partisipasi perempuan," ujarnya.
Menurutnya peran perempuan di politik masih minim, karena tidak adanya minat pada hal tersebut. Sehingga akhirnya dunia politik lebih banyak diisi oleh kaum laki-laki.
"Padahal laki-laki belum tentu memahami apa yang dibutuhkan oleh kaum perempuan. Maka perempuan harus bangkit dan ikut sadar untuk berpolitik," katanya.