Sabtu 09 Feb 2019 16:11 WIB

Liputan Media Diharap Bisa Mendorong Inovasi Lokal

Media juga diharapkan mewaspadai berita palsu yang disebarkan oknum.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolanda
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S.Depari (tengah) berfoto bersama para penerima penganugrahan pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/2).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S.Depari (tengah) berfoto bersama para penerima penganugrahan pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo meminta agar liputan media kekinian bisa lebih mendorong inovasi lokal seperti kuliner, wisata dan UMKM, serta menjauh dari hinggar binggar isu Jakartasentris. Sehingga, pemberitaan yang dihasilkan nantinya benar-benar bisa mendorong potensi ekonomi, utamanya di daerah-daerah secara merata.

"Tugas pers saat ini adalah mengubah diri secara total, dari yang semula mengharapkan corong mikrofon dan lensa kamera kepada elite politik serta hinggar binggar isu Jakartasentris, menjadi meliputi potensi ekonomi, keunggulan daerah, kelezatan kuliner di sebuah kawasan," kata Yosep Sheraton Hotel Surabaya, Jumat (8/2).

Yosep, mengatakan, apabila hal itu dilakukan, pers Indonesia bukan hanya akan terus eksis, tapi berjasa membuat ekonomi nasional yang kokoh. Ia pun mengingatkan, insan pers dan wartawan Indonesia adalah bagian dari perjuangan untuk membentuk kesatuan bangsa.

Yosep menyadari, saat ini platform media akan terus mengalami perubahan seiring kemajuan zaman. Namun demikian, kata dia, jurnalisme akan terus ada. Adapun, tugas utama wartawan adalah tetap menjaga serta merawat kebangsaan Indonesia, dengan tetap menyampaikan kritik serta pandangan-pandangan yang membangun.

Yosep memgatakan, Indonesia merupakan negara di dunia yang memiliki banyak media dengan perkiraan berjumlah 47 ribu media, dan terbagi menjadi berbagai model. Namun, kata dia, yang terverifikasi baru sekitar 2.400 media. Banyaknya media saat ini, kata dia, mengakibatkan terjadinya perekrutan wartawan yang banyak pula. Namun, tidak diikuti dengan kesiapan yang matang, seperti belum mengenyam pendidikan jurnalistik.

"Akibatnya banyak bahan media yang copy paste atau kloning dari media lainnya," ujar dia.

Yosep juga mengaku prihatin dengan perkembangan media dalam kurun lima tahun terakhir, dengan banyaknya bermunculan hoax atau berita palsu. Apalagi, pada saat tensi politik tinggi, hoax selalu marak dan diproduksi oleh situs-situs yang mengaku sebagai situs berita, kemudian banyak dikutip dan disebarluaskan. Akibatnya masyarakat sulit membedakan mana media yang benar dan mana yang palsu. 

Hoax yang belakangan muncul di berbagai media, kata dia, telah masuk dalam taraf yang cukup mengkhawatirkan masyarakat. Karena, berita hoax saat ini bukan hanya menyangkut prasangka, melainkan sudah bercampur paham radikalisme dan ajakan melakukan aksi kekerasan.

"Hal ini tidak bisa terus dibiarkan, karena yang paling dirugikan adalah hak publik atas informasi yang benar," katanya.

Dia pun mendorong agar otoritas kebenaran faktual dikembalikan kepada media utama yang terverifikasi di Dewan Pers. Selain itu, nilai luhur profesi jurnalis harus dikembalikan kepada wartawan yang berkompetensi dan meningkatkan diri pada nilai profesionalisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement