Sabtu 09 Feb 2019 08:36 WIB

Pengamat: DPR Setengah Hati Seleksi Hakim MK

Pengamat menyebut jangka waktu pendaftaran yang sangat tak proporsional dan wajar.

Seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini sedang dilakukan oleh DPR tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pernyataan ini menyusul penundaan seleksi hakim MK.

"Ditengarai sejak awal, DPR dalam melakukan seleksi calon hakim MK ini hanya setengah hati, seakan-akan terbuka, tetapi sebetulnya mereka sudah memiliki rancangan besar atau agenda tersembunyi di belakang itu," ujar Bayu ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (8/2).

Baca Juga

Bayu menjelaskan salah satu bukti dari agenda tersembunyi itu adalah jangka waktu pendaftaran yang sangat tidak proporsional dan tidak wajar.  Sebagai contoh, Bayu mengatakan waktu pendaftaran yang disediakan dalam seleksi hakim MK oleh Presiden adalah tiga minggu atau setidaknya 20 hari kerja.

"Begitu pula dengan pendaftaran komisioner KPK, pendaftaran hakim agung, rata-rata tiga minggu lama pendaftarannya, apalagi ini mencari sosok negarawan untuk menduduki jabatan sebagai Hakim Konstitusi," ujar Bayu.

Bayu menjelaskan persyaratan seleksi hakim MK yang berat tidak akan memungkinkan bagi para kandidat untuk memenuhinya dalam jangka waktu lima hari saja. "Orang yang memiliki potensi untuk mendaftar, tapi tidak jadi mendaftar karena terhalang urusan administrasi yang tidak terpenuhi," ujar Bayu.

Kemudian Bayu juga mengatakan tidak terbukanya DPR mengenai panitia seleksi yang dipilih DPR. "Ketika pendaftaran dibuka, panitia seleksi masih belum jelas. Lantas  bagaimana orang mau mendaftar, bila mereka tidak tahu siapa juri dari seleksi ini, mengingat kredibilitas juri itu sangat penting," tambah Bayu.

Dari hal itu, Bayu menilai DPR tampak tidak serius untuk membuka partisipasi publik atau membuka calon hakim MK secara luas untuk mendaftar. Belum lagi hakim yang ditunjuk oleh DPR ini nantinya akan memeriksa dan mengadili sengketa Pemilu 2019, sehingga Bayu menyebutkan adanya kesan tidak serius yang ditunjukkan oleh DPR.

"Besar kemungkinan DPR sudah punya rencana untuk meloloskan calon-calon tertentu, secara formal mereka tampak terbuka, tetapi secara substansi tidak mengubah konsep rekrutmen hakim MK yang seharusnya transparan, obyektif, dan terbuka seluas-luasnya untuk orang-orang yang mendaftar," pungkas Bayu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement