Jumat 08 Feb 2019 22:04 WIB

Penggunaan TPA Sarimukti Diperpanjang Hingga 2023

Penggunaan Sarimukti semestinya selesai pada 2021.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah truk mengantri untuk membuang sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (23/8). (Mahmud Muhyidin)
Foto: Mahmud Muhyidin
Sejumlah truk mengantri untuk membuang sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (23/8). (Mahmud Muhyidin)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar memutuskan akan memperpanjang penggunaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat hingga 2023. Menurut Sekda Jabar Iwa Karniwa, langkah ini diambil mengantisipasi terus molornya proses pembangunan Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legoknangka, Kabupaten Bandung.

Iwa mengatakan, dalam pembahasan terakhir terkait proyek yang akan mengelola sampah di 6 wilayah Bandung Raya tersebut ada sejumlah hal yang dipastikan mengalami perubahan. Antisipasi molornya operasional ini, membuat pihaknya memutuskan agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar segera mengajukan permintaan perluasan dan perpanjangan pemakaian lahan (TPA) Sarimukti, Bandung Barat milik Perhutani.

 “Kami usulkan perpanjangan Sarimukti sampai 2023,” ujar Iwa, Jumat (8/2).

Iwa mengakui, langkah antisipasi ini memang agak konservatif. Namun, pihaknya tidak ingin saat hendak beroperasi persoalan sampah di Bandung Raya tak tertangani karena TPA Sarimukti sudah tidak mendapatkan perpanjangan.

“Luasannya sedang diproses, Sarimukti itu habisnya 2021 sehingga perpanjangan 2023,” katanya.

 Menurut Iwa, dengan proses lelang yang sudah bisa dimulai pada Maret, maka pemenang tender investasi senilai 265 juta dolar Amerika tersebut bisa ditetapkan tahun ini juga. Sehingga pada 2020, konstruksi sudah bisa dimulai dan tuntas pada 2022.

“Kami perkirakan operasi sampai 2023, ini antisipasi proses pembangunan (molor),” katanya.

Saat ditanya tentang tipping fee, Iwa mengatakan akan terpengaruh karena pemakaian teknologi pengelolaan sampah berubah dari awalnya RDF (refuse derived fuel) yang menghasilkan bahan baku alternatif semen menjadi waste to energy yang menghasilkan listrik.

“RDF awalnya namun pembeli tidak ada, karena harus ada pabrik semen, maka solusinya waste to energy,” katanya.

Dikatakan Iwa, meskipun sudah ada suara penolakan dari beberapa daerah di Bandung Raya terkait rencana perubahan tipping fee Legoknangka, pihaknya berharap langkah yang akan diambil Pemprov diterima dengan bijaksana. “Kalau ada penolakan, buang sampah nanti dimana? Mohon ini bagian dari upaya kita menyelesaikan sampah di Bandung Raya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement