REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Harian Republika mendapat emas pada ajang tahunan Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam bidang Indonesia Print Media Awards (IPMA) kategori 'The Best of National Newspaper' atau Koran Nasional Terbaik. Emas tersebut diraih dari sampul ikan korban sampah plastik edisi 24 November 2018.
Selain itu, Republika juga memperoleh satu perak dan dua perunggu. Perak juga diraih dalam bidang IPMA Koran Nasional Terbaik. Tepatnya dari sampul Donggala Lumpuh edisi 30 September 2018. Sementara perunggu diraih dari kategori infografis terbaik media cetak, terkait Lini Masa Perekonomian 2018 edisi 18 Desember 2018.
Sementara satu perunggu lainnya diperoleh bidang Indonesia Young Readers Awards (IYRA) dengan isi rubrik bertajuk Film Lawas Bersolek Diri, pada halaman Gen-I edisi 2 Februari 2018. Wakil Redaktur Pelaksana Desain Harian Republika, Kumara Dewatasari bersyukur atas capaian tersebut.
"Alhamdulillah, selama satu dekade SPS mengadakan kegiatan ini, selalu mendapat penghargaan, utamanya untuk kategori desain," kata Kumara seusai menerima penghargaan di Gedung Siola Surabaya, Kamis (7/2) malam.
Kumara mengaku, capaian-capaian prestasi yang ditorehkan Republika juga tidak lepas dari peran serta para pembaca setia surat kabar tersebut. Maka dari itu, dia pun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembaca setia Republika yang telah banyak membantu, utamanya dalam mengembangkan surat kabar tersebut.
"Ini juga berkat para pembaca, karena biar bagaimana pun pembacalah yang utama memberi dorongan kepada kita untuk terus berinovasi. Kita senang, dan ini membuat Republika semakin bergairah untuk menciptakan inovasi-inovasi baru yang menarik," ujar Kumara.
Ketua SPS Alwi Hamu mengungkapkan, digelarnya penghargaan tersebut tiada lain adalah untuk memicu lahirnya kreativitas surat kabar di era disrupsi. Apalagi, kata dia, di era perkembangan teknologi ini, surat kabar benar-benar menghadapi tantangan yang berat.
"Tapi apakah tantangan ini mematikan perusahaan pers. Saya meyakini tidak. Media akan tetap hidup karena komunikasi diperlukan sejak dunia ini ada," ujar Alwi.
Alwi menegaskan, terus berkembangnya teknologi tidak akan sampai mematikan pers, utamanya media cetak. Kunci utama agar media cetah tidak benar-benar punah adalah terus beeinovasi dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki.
"Jadi kalau kita menghadapi masalah seperti sekarang, ya, tetap ada jalan. Kuncinya, kerja keras, kerja cerdas, dan inovasi tiada henti. Kalau berhenti berinovasi maka dia akan mati. Semua menghadapi disrupsi, semua menghadapi tantangan, yang harus dihadapi bersungguh-sungguh," kata Alwi.
Senada dengan Alwi, Menkominfo Rudiantara pun berkeyakinan, media cetak tidak akan punah karena terus berkembangnya teknologi. Menurutnya, disrupsi yang terjadi tidak disebabkan oleh perkembangan teknologi, melainkan oleh pola pikir masyarakat sendiri.
"Tidak usah takut dengan digitalisasi. Disrupsi itu bukan disebabkan oleh teknologi, tapi pola pikir. Industri pers cetak kita tidak akan mati karena masih ada sekmen yang membutuhkan informasi yang mediumnya medium cetak," kata Rudiantara.
Rudiantara menegaskan, media cetak tidak akan punah selama bisa terus berinovasi dalam menyajikan konten-kontennya. Kunci agar bisa melakukan inovasi dalam konten-konten yang disajikan adalah bisa terus memperbaiki SDM yang ada.
"Cara menyampaikan kontennya, itu kuncinya. Artinya, kuncinya tetap sumber daya manusia agar busa terus berinovasi," ujar Rudiantara.