REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Drs Hajrianto Y Thohari mengatakan tidak mempermasalahkan perdebatan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2019 berlangsung keras. Asalkan, ia mengingatkan, perdebatan itu tidak memasuki wilayah-wilayah yang sensitif.
"Sebenarnya tidak masalah kontestasi pilpres yang dikatakan keras, asalkan tidak terjadi secara fisik dan tidak memasuki wilayah-wilayah sensitif yang peka kemudian bisa memancing kegaduhan-kegaduhan lebih lanjut," ujar Hajriyanto ketika ditemui usai tablig akbar yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia, di Kuala Lumpur, Rabu (6/2).
Dubes RI untuk Lebanon ini mengatakan selama perdebatan keras itu terjadi secara konsepsional tidak masalah. Perdebatan konsepsional ini termasuk hal-hal yang sifatnya ide atau cita-cita dan agenda-agenda kemajuan bangsa ke depan.
"Hanya saja akan menjadi lebih baik lagi kalau perdebatan-perdebatan itu dilakukan oleh masing-masing wakil kontestan yang benar-benar memiliki keahlian pada bidang yang sedang diperdebatkan tersebut," katanya pula.
Kalau yang diperdebatkan masalah ekonomi, ujar dia, maka yang berdebat adalah wakil kedua belah pihak yang ahli ekonomi baik yang bergelut dalam sektor riil. Artinya, pengusaha, pedagang dan businessman maupun para ahli ekonomi.
"Kalau keahliannya di bidang hukum ya orang-orang yang memiliki keahlian di bidang hukum, begitu juga bidang yang lain seperti kebudayaan, kerukuman umat beragama. Jangan sampai wakil dari pihak-pihak yang berkontestasi diwakilkan kepada orang awam nanti perdebatannya menjadi keras tetapi lebih bersifat emosional," katanya lagi.
Dia mengatakan bagaimana mungkin orang yang awam dalam bidang ekonomi berdebat dalam bidang ekonomi, sehingga akhirnya yang diperdebatkan soal perasaan. "Yang satu bilang sekarang ekonomi lebih gampang yang satu bilang lebih sulit. Kalau yang berdebat orang yang ahli di bidangnya maka keras pun akan tetap menarik. Kalau ahli ekonomi berdebat agama kemudian ahli agama berdebat sektor riil maka akan susah," ujar politikus Partai Golkar tersebut.
Menanggapi pertanyaan apa yang terjadi sekarang sudah di luar kontrol, dia mengatakan masih pada koridor yang bisa ditolerir. Akan tetapi, sekarang memang sudah pada batas maksimal sehingga jangan dibablaskan atau diteruskan lagi.
"Perlu disadari bahwa kita melaksanakan pemilu setelah reformasi sudah ke empat kalinya, karena itu sudah seharusnya kita menjadi bangsa yang berpengalaman menghadapi pemilu, berpengalaman melihat sebuah dinamika politik karena itu tidak perlu terjadi gesekan keras atau ekstrem," katanya pula.
Dia mengatakan dalam politik tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada kawan abadi, namun dalam politik yang abadi adalah cuma kepentingan. "Kepentingan jangan hanya diartikan harta dan kekuasaan, tetapi juga ide dan gagasan. Kalau melihat pilpres saat ini 'orang lingkaran satu' adalah orang-orang yang berpindah posisi saja. Yang dulu berpasangan menjadi berhadap-hadapan seperti Pak JK dan Pak SBY, yang berhadap-hadapan jadi berpasangan. Ibu Megawati pernah berpasangan dengan Pak Prabowo, sekarang posisinya berhadap-hadapan," katanya.
Tablig akbar yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia dihadiri sejumlah pejabat KBRI Kuala Lumpur, pimpinan parpol dan ormas serta ratusan anggota Muhammadiyah dan masyarakat umum termasuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).