Kamis 07 Feb 2019 00:08 WIB

Perkawinan Anak Terjadi di Kab Balangan, Ini Respons KPPPA

Perkawinan antara anak berusia 15 tahun dan 14 tahun terjadi di Kabupaten Balangan.

Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia.
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny N Rosalin mengatakan pihaknya sudah menindaklanjuti kasus perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Perkawinan antara anak berusia 15 tahun dan 14 tahun di Kabupaten Balangan belum lama ini menjadi viral di media sosial.

Kedua orang tua anak-anak tersebut mengaku terpaksa menikahkan untuk mencegah perbuatan zina yang dilarang agama. Lenny menyatakan hak anak yang dinikahkan di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, harus tetap dipenuhi.

Baca Juga

"Perkawinan melanggar hak anak, tetapi kalau sudah terjadi hak-haknya sebagai anak tetap harus dilindungi," kata Lenny saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

Lenny mengatakan anak-anak tersebut memiliki hak atas pendidikan dan kesehatan reproduksi. Ia menegaskan pemerintah daerah harus memastikan hak-hak anak-anak tersebut tetap terpenuhi.

"Jangan sampai mereka putus sekolah karena menikah, dan memiliki anak yang bisa mendatangkan masalah baru bagi mereka," tuturnya.

Lenny mengatakan pihaknya juga sudah mengontak Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang ada di Kabupaten Balangan agar psikolognya diterjunkan untuk mendampingi keluarga dan anak-anak yang dinikahkan tersebut. Lenny menjelaskan bahwa perkawinan pada usia anak-anak bisa membawa dampak buruk pada kondisi psikologis dan kesehatan reproduksi mereka, serta membuka peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan penelantaran anak.

"Kami sudah meminta Forum Anak di sana untuk memperkuat perannya sebagai pelopor dan pelapor pada isu perkawinan anak sehingga bisa mengadvokasi peristiwa tersebut," kata Lenny.

Untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga akan memasukkan isu perkawinan anak ke dalam program Sekolah Ramah Anak agar kepala sekolah dan guru juga bisa memberikan pemahaman tentang dampak perkawinan kepada murid-muridnya.

"Saya sudah cek, sekolah tempat kedua anak yang dikawinkan tersebut memang belum menyatakan diri sebagai Sekolah Ramah Anak," kata Lenny.

Selain itu, KPPPA juga akan menggandeng tokoh-tokoh masyarakat, adat, dan agama agar bisa berdialog untuk mencegah adat dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang bisa melanggar hak-hak anak. Lenny mengingatkan semua pihak harus fokus pada pencegahan perkawinan anak karena bila sudah terjadi maka akan semakin rumit.

"Dampaknya tidak hanya pada anak, tetapi juga pada keluarga, sekolah, lingkungan dan daerah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement