Kamis 07 Feb 2019 06:19 WIB

Anies Tugaskan PD PAM Jaya Ambil Alih Air

Kebijakan Anies dinilai sebagai langkah mundur.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Bilal Ramadhan
Puluhan warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) melakukan mandi bersama saat aksi unjuk rasa di Depan Gedung Balai Kota Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Puluhan warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) melakukan mandi bersama saat aksi unjuk rasa di Depan Gedung Balai Kota Jakarta, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD PAM Jaya untuk membahas lebih jauh dengan kedua perusahaan swasta terkait pengambilalihan air. Hal itu tetap dilakukannya meskipun putusan Makhamah Agung (MA) yang diajukan banding oleh Kementerian Keuangan telah dikabulkan.

“Jadi munisipalisasi, kita akan teruskan. Tapi, pembicarannya sekarang dengan swasta. Jadi, kita menugaskan PD PAM Jaya untuk membahas lebih jauh,” kata Anies, Selasa (5/2).

Anies menuturkan, dia dan jajarannya telah melakukan rapat khusus mengenai penghentian swastanisasi air dan saat ini masih dalam proses pematangan. Secara garis besar, kata dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan terus melaksanakan pengambilalihan air kepada pemerintah.

Mengenai putusan banding oleh Kementerian Keuangan yang dikabulkan, dia mengaku belum mendapatkan salinannya. “Tapi, inti keputusannya kita sudah terima,” kata dia.

Menurut dia, keputusan rapat terakhir adalah pembicaraan lebih lanjut kepada kedua perusahaan swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta. Keduanya, kata dia, memberikan respons positif untuk pengembalian air kepada pemerintah.

“Karena mereka merespons positif maka kemarin memang pembicaraannya kan masih dalam konteks pelaksanaan keputusan MA. Kalau sekarang, putusan MA-nya sudah dicabut, tetapi obrolan kemarin itu tetap kita akan kita teruskan,” kata Anies.

Anies juga mengapresiasi sikap positif dari kedua perusahaan swasta air tersebut. Pasalnya, menurut dia, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta merespons positif upaya pengembalian air kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dia menuturkan, apa yang disampaikan oleh dia dan jajarannya mengenai hak-hak air untuk masyarakat. Dia menginginkan rakyat seharusnya bisa mendapatkan air sebagai kebutuhan dasar.

“Dan kita bicaranya, saya sampaikan mereka bicaranya itu, ini negeri kita, ini Ibu Kota. Kita ingin seluruh rakyat dapat air dan kita tempatkan ini sebagai kebutuhan dasar tidak semata-mata dengan hitungan bisnis saja,” kata dia.

Menurut dia, suasana pembicaraan dengan kedua perusahaan swasta itu bernuansa positif. Pembicaraan terjadi lebih seperti pembicaraan bersama-sama dengan anak bangsa yang menginginkan semua rakyat Jakarta mendapatkan air.

Maka itu, dia menugaskan BUMD PD PAM Jaya untuk membahas lebih jauh dengan kedua perusahaan swasta itu terkait pengambilalihan air. Hal itu tetap dilakukannya meskipun putusan Makhamah Agung (MA) yang diajukan banding oleh Kementerian Keuangan dikabulkan.

Direktur Utama PD PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo, menuturkan, pihaknya akan memperbaiki kontrak dengan kedua perusahaan swasta air yang selama ini menjadi mitra dari Pemprov DKI Jakarta. Kedua perusahaan itu diketahui masih akan bermitra dengan pemprov karena Makhamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi mengenai swastanisasi air.

Putusan PK itu menganulir putusan kasasi MA bahwa pengelolaan air harus dikembalikan dari kedua perusahaan tersebut. “(Kami) memperbaiki kontraknya sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 122 Tahun 2015 tentang sistem penyediaan air minum,” kata Bambang kepada Republika, Rabu (6/2).

Dia menjelaskan, sikap itu akan dilakukan dengan diskusi-diskusi lebih lanjut bersama para pemangku kepentingan. Namun, pada intinya, dia menjelaskan, PD PAM Jaya akan mengambil alih sisi pelayanan kepada masyarakat.

Dia menjelaskan, ada berbagai macam bagian yang masuk ke dalam pembicaraan lebih lanjut dengan perusahaan swasta. Bagian-bagian itu antara lain pengelolaan air curah atau air baku, produksi, distribusi, dan pelayanan pelanggan.

Dia mengaku ada banyak skenario yang bisa dimungkinan untuk diputuskan kelak. Salah satunya adalah pemutusan kontrak dengan kedua perusahaan swasta. Menurut dia, jika memang ada pemutusan kontrak itu, ada beberapa kewajiban bisnis yang wajib dipenuhi. Hal itu tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara ketiga pihak.

“Kita memang kemudian menyebutkan, ketika ada pemutusan dari pihak pertama atau pihak kedua itu ada hak pengakhirannya. Itu ada hitung-hitungannya lah,” kata dia.

Sementara itu, advokat Nurkholis Hidayat mengkritik kebijakan Anies tersebut. Ia menilai, dengan adanya sikap itu, pemprov justru membuka peluang swastanisasi diperpanjang melalui renegosiasi.

“Bahkan, memberikan karpet merah kepada konglomerat untuk memprivatisasi PAM Jaya. Jika ini benar maka ini adalah langkah mundur,” kata Nurkholis, Rabu (6/2).

Oleh sebab itu, pihaknya menolak opsi-opsi lain yang berpeluang menempatkan air sebagai komoditas perusahaan swasta. Dia berpendapat adanya hal itu dapat memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk memperkaya diri.

Dia menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tegas menyatakan pemberian izin usaha kepada swasta hanya dapat diberikan setelah semua pembatasan tersebut sudah terpenuhi. Pemberian wewenang kepada swasta juga bisa dilakukan bila ternyata masih ada ketersediaan air.

“Kami meminta Gubernur untuk menyelenggarakan konsultasi publik yang membuka ruang partisipasi seluas-luasnya kepada rakyat dalam menentukan bagaimana pengambilalihan air dari perusahaan swasta kembali ke pangkuan negara,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement