Rabu 06 Feb 2019 13:50 WIB

Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara

Jaksa menilai perbuatan Eni tak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih memberikan keterangan saat menjalani sidang pada kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih memberikan keterangan saat menjalani sidang pada kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan wakil ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Politisi Partai Golongan Karya itu dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsidair empat bulan kurungan.

Selain itu, Jaksa KPK juga  menuntut  agar Eni membayar uang pengganti sebesar Rp 10,3 miliar dan 40.000 dolar Singapura . "Menuntut pidana penjara untuk terdakwa delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan,"  kata Jaksa Lie Putra Setiawan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/2).

"Kami juga menuntut supaya majelis menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Jumlah itu diperhitungkan dengan uang yang telah disetor terdakwa," tambah Jaksa Lie.

Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meyakini Eni Saragih bersalah karena menerima uang suap sebesar Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.‎ Selain itu, Eni juga diyakini telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.

Dalam tuntutan, uang yang diterima Eni tersebut agar membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU. "Terdakwa aktif mengawal saat proyek saat Kotjo bertemu Sofyan Basir," kata jaksa Budi Sarumpaet.

Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura. Sebagian besar uang tersebut diberikan oleh pengusaha di bidang minyak dan gas. Menurut jaksa, sebagian uang tersebut digunakan Eni untuk membiayai kegiatan partai. Selain itu, untuk membiayai keperluan suaminya yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung.

Sementara dalam pertimbangan Jaksa KPK, hal yang memberatkan adalah karena perbuatan ‎Eni selaku anggota DPR tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sedangkan hal yang meringankan, Eni dianggap sopan, belum pernah dihukum, sudah mengembalikan uang sebesar Rp 4,5 miliar, kooperatif selama persidangan, dan telah mengakui perbuatannya.

Baca juga: Kiai Ma'ruf Amin: 212 Sekarang adalah Gerakan Politik

Baca juga: Dibimbing Ustaz Arifin Ilham, Seorang Dokter Masuk Islam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement