Rabu 06 Feb 2019 11:27 WIB

MRT Jakarta Harus Terintegrasi dengan TOD

Integrasi MRT dan TOD akan memudahkan orang berpindah dari satu titik ke titik lain.

Mass Rapid Transit (MRT).
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Mass Rapid Transit (MRT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Moda Transportasi Terpadu (MRT) Jakarta harus dapat benar-benar terintegrasi dengan konsep transit oriented development (TOD) atau pengembangan kawasan. Langkah itu akan memudahkan orang-orang di dalamnya untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya.

"Selama ini belum ada langkah kongkrit penerapan TOD (dalam MRT Jakarta)," kata pengamat transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (6/2).

Menurut dia, agar konsep TOD benar-benar diselaraskan dalam MRT harus mengurangi egoisme sektoral baik dari segi swasta maupun pihak pemerintah. Darmaningtyas mencontohkan, perpaduan TOD-MRT yang baik dapat dilihat di negara tetangga, Singapura.

Di Singapura, akses untuk MRT juga berada di balik berbagai kawasan komersial seperti perkantoran dan pertokoan. "Orang yang keluar dari kereta MRT bisa langsung ke kantor," imbuhnya.

Untuk itu, ia menginginkan agar berbagai pihak benar-benar dapat memikirkan penerapan TOD yang pas untuk bisa menyelaraskan konsep tersebut dengan MRT Jakarta.

Sebelumnya, pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyatakan, penerapan konsep transit oriented development (TOD) yang dilakukan di sejumlah titik di Jabodetabek masih salah kaprah dan kurang sesuai. "Konsepsi TOD diaplikasikan berbeda dengan konsep yang sebenarnya," kata Djoko Setijowarno Jakarta, Selasa (5/2).

Djoko memaparkan, TOD sebenarnya adalah konsep pengembangan suatu wilayah yang berorientasi transit transportasi. Dengan demikian, konsep ini lebih mengedepankan perpindahan antarmoda transportasi dengan berjalan kaki atau upaya yang tidak menggunakan kendaraan bermotor.

Namun di Indonesia, menurut dia, konsep TOD lebih diterjemahkan dalam membangun apartemen dan gedung bisnis di stasiun kereta. "Kendali TOD di pemerintah atau pemda bukan pebisnis," katanya.

Ia berpendapat pada saat ini di Jabodetabek, pemerintah hanya berperan dalam pemberian izin bangunan saja. Djoko juga menyoroti mengapa TOD diterjemahkan dengan perlunya ada ruang parkir untuk memfasilitasi kendaraan pribadi warga.

Padahal seharusnya yang diutamakan adalah bagaimana masyarakat dapat berpindah-pindah dengan beragam moda angkutan umum hanya dengan berjalan kaki saja. Untuk itu, ujar dia, agar konsep TOD bila ingin diterjemahkan ke dalam MRT maka seharusnya manajemen MRT bekerja sama dengan berbagai moda angkutan umum lainnya, seperti bus kota.

Selain itu, dalam kerja sama tersebut, perlu pula dipertimbangkan apakah terdapat akses yang mudah bagi pejalan kaki untuk berpindah, misalnya dari MRT ke moda busway atau transjakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement