Selasa 05 Feb 2019 14:04 WIB

Pengamat: Tarif MRT Rp 8.500 Masih Wajar

Bila dibandingkan dengan tarif KRL, berbeda karena MRT harus dibangun dari nol.

Monitor yang menampilkan tujuan perjalanan kereta Mass Rapid Transit (MRT). (ilustrasi)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Monitor yang menampilkan tujuan perjalanan kereta Mass Rapid Transit (MRT). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan, usulan tarif MRT Jakarta sebesar Rp 8.500 per 10 kilometer masih dalam batas kewajaran. Namun, Djoko menegaskan, transportasi umum seperti MRT perlu untuk disubsidi oleh pemerintah.

"Tarif murah atau mahal itu relatif, tetapi (Rp8.500 per 10 kilometer) ini masih wajar," kata Djoko Setijowarno ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, ada sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan pihak manajemen dalam menentukan tarif, yaitu bagaimana tingkat kemampuan masyarakat untuk membayar, serta bagaimana tingkat kemauan warga untuk membayar.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa di sejumlah kota di dunia sudah ada yang sampai menggratiskan transportasi umumnya. Bila dibandingkan dengan tarif KRL, ujar dia, hal itu berbeda karena infrastruktur KRL sudah ada dasarnya dari dulu, sedangkan MRT dibangun dari nol.

Sebelumnya, Manajemen PT Moda Raya Transportasi (MRT) mengusulkan tarif sebesar Rp8.500 per 10 kilometer kepada Pemprov DKI Jakarta dan masih menunggu persetujuan. Menurut Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar di Jakarta, Rabu (30/1), sebenarnya biaya dana yang dibutuhkan satu orang dalam satu perjalanan sekitar Rp30 ribu per orang.

"Namun hal tersebut tidak bisa dibebankan pada masyarakat," kata Dirut MRT.

Mengingat masih cukup banyak kekurangan tersebut, kata William, PT MRT berupaya mengembangkan bisnis untuk memenuhi kekurangan pendapatan pada tiket.

Direktur Pengembangan Bisnis MRT Ghamal Peris menyebutkan setidaknya ada tiga strategi pengembangan bisnis yang dilakukan pihak MRT untuk menutup kekurangan biaya operasional tersebut. Pertama, adalah kemitraan nama stasiun dengan sistem sponsorship dengan kontrak selama lima tahun pada perusahaan yang berjarak 700 meter dari stasiun.

Kedua, adalah area komersial di stasiun bagi perusahaan retail. Saat ini sudah ada 15 mitra retail yang telah bergabung di 10 stasiun pada tahap satu.

Ketiga, adalah penyediaan 16 lokasi untuk UMKM di lima stasiun yakni Lebak Bulus (enam UMKM), Haji Nawi (satu UMKM), Blok A (satu UMKM), Fatmawati (enam UMKM) dan Dukuh Atas (dua UMKM).

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement