REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendukung dan relawan Prabowo-Sandi (PADI) harus tetap menjaga kesantunan dan politik berakhlak meskipun menerima serangan bertubi tubi, perusakan alat alat peraga kampanye, dan tekanan dari aparat. Pendukung dan relawan Prabowo-Sandi (PADI) tidak boleh ikut menyerang.
“Jangan ikut menyerang, jangan merusak, jangan mengeluarkan kata kata hujatan. Pak Prabowo dan Pak Sandi memberi pesan pada kita semua agar mengedepankan pikiran dan ide-ide. Kita tunjukkan perilaku politik berakhlak,” kata Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) PADI, Sudirman Said dalam acara Konsolidasi Pemenangan Prabowo-Sandi di Desa Blandongan, Banjarharjo, Brebes, Jateng, Ahad (3/2) sore, melalui siaran pers yang diterima Republika.
Sudirman, yang juga Koordinator Relawan PADI Jateng, menyampaikan, politik merupakan jalan untuk mengabdi, melayani, dan memberi. Ia menambahkan politik bukan jalan untuk saling menjatuhkan, apalagi sekedar berebut jabatan.
Karena itu, ia berpendapat, politik yang baik harus didasari idealisme. "Politik tanpa gagasan akan menyebabkan pelaku politik menjadi tong kosong. Dan politisi tong kosong akan mudah dikendalikan orang lain,” imbuh dia.
Lebih lanjut Sudirman menyampaikan, baik Capres Prabowo maupun Cawapres Sandi Uno adalah contoh figur yaang mandiri, independen, dan tidak dikendalikan siapa pun. Ia mengatakan orang yang mandiri akan punya konsistensi dalam berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan.
"Orang yang dikendalikan pihak lain akan tampak galau, maju mundur, san tidak konsisten,” terang dia.
Ia mengatakan idealisme Prabowo dan Sandi sejak awal jelas dan konsisten, yakni memenangkan Indonesia. Prabowo-Sandi juga konsisten mewujudkan negara dan bangsa yang adil dan makmur, menjadikan bangsa yang relijius, bermartabat, dan bersatu.
Ia mengatakan cara keduanya masuk ke dalam politik juga menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk menjadikan politik sebagai jalan untuk memberi dan bukan untuk mengambil. "Supaya dapat berpolitik dengan santun, dan rileks rahasianya satu: jangan tempatkan kekuasaan, pangkat, dan jabatan sebagai milik pribadi," urai Sudirman.
Menurut dia, banyak politisi dan pemimpin politik mengalami kecelakaan karena menganggap jabatan dan kekuasaan milik pribadi. Ketika meraih ditempuh segala cara, ketika mempertahankan menghalalkan tipu daya.
Ketika ada ancaman kekuasaan mau hilang, jabatan hendak selesai menjaid panik seperti akan kehilangan milik pribadinya. "Politik indonesia harus kembali pada politik berakhlak dan berilmu. Bukan sekedar memain-‘mainkan kekuasaan," ujar Sudirman.