Ahad 03 Feb 2019 07:19 WIB

Ulama Panutan Umat

Ulama selain memiliki ilmu yang dalam, juga harus mempunyai integritas tinggi.

KH Didin Hafiduddin
Foto:

Jika ulama itu memiliki akhlakul karimah, hidupnya hanya mengharapkan ridha Allah, maka penguasa dan umat secara keseluruhan akan menjadi baik. Sebaliknya, jika ulama itu rusak (ulama suu) maka akan rusak pula penguasa dan bangsanya.

Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali (Ihya Ulumuddin II) menyatakan bahwa sesungguhnya kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasa, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan para ulama. Ulama menjadi rusak disebabkan cinta harta dan cinta kedudukan. Dan barangsiapa dikuasai oleh ambisi duniawi, maka para ulama tidak akan mampu mengurus rakyat, apalagi mengurus para penguasanya.

Sungguh pernyataan Imam al-Ghazali tersebut sangat penting dan sangat mendalam, terutama dalam rangka mengembalikan fungsi dan posisi ulama pada posisi semula sebagai kelompok alim yang menjadi pewaris para nabi (al-ulama warasatul anbiyaa).

Tugas dakwah amar makruf nahi mungkar

Sejatinya ulama pewaris para nabi adalah ulama yang terus-menerus secara konsisten dan istiqamah melakukan kegiatan amar makruf nahi mungkar dalam berbagai bidang kehidupan. Hanya dengan amar makruf nahi mungkarlah kita akan mendapatkan al-Falah (kebahagiaan dan keberuntungan hidup, QS Ali Imran [3]: 104), kita akan menjadi menjadi khaira ummah (umat yang terbaik, QS Ali Imran [3]: 110). Dengan dakwah amar makruf nahi mungkar, Allah SWT akan melimpahkan rahmat kasih sayang dan pertolongan-Nya (QS at-Taubah [9]: 71, QS al-Haj: 40-41).

Sebaliknya, jika kita berhenti dari kegiatan dakwah amar makruf nahi mungkar, maka akan lahir para pemimpin yang syiror (pemimpin yang buruk, yang jahat, yang zalim, yang tidak memedulikan rakyatnya). Sedangkan, para ulama yang diam dan berhenti dari kegiatan dakwah itu, jika berdoa maka doanya tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Ketika sebagian ulama terjun pada dunia politik praktis seperti sekarang ini, maka mereka harus tetap konsisten dan istiqamah menegakkan panji-panji dakwah amar makruf nahi mungkar, bukan semata-mata mencari jabatan dan kekuasaan.

Ketika jabatan, harta, dan kedudukan yang menjadi tujuan utamanya, kredibilitas seorang ulama akan jatuh, apalagi jika disertai dengan ucapan dan tindakan yang tidak menggambarkan keulamaannya, seperti berdusta, memfitnah, dan perilaku kurang baik lainnya.

Kita sangat berharap, jika dalam tahun politik 2019 ini ada ulama, kiai, ustaz, dan dai yang ikut terlibat menjadi politisi, tetaplah dalam kerangka amar makruf nahi mungkar sehingga ucapan dan tindakannya tetap santun, persuasif, dan edukatif. Dengan begitu, ia akan tetap menjadi ulama panutan umat. Semoga. Wallahualam bi ashshawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement