REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kota Yogyakarta merupakan daerah yang paling rawan potensi konflik Pemilu dibandingkan dengan daerah lainnya di DIY. Terlebih, kegiatan kampanye juga banyak dilakukan di Kota Yogyakarta dibandingkan dengan kabupaten lainnya di DIY.
Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Armaini mengatakan, pemicu konflik ini disebabkan karena berbagai macam hal. Salah satunya karena konflik yang terjadi antar pendukung partai politik saat melakukan berbagai kegiatan kampanye.
Terlebih di tahun politik ini, kondisi politik pun semakin memanas karena persaingan politik. Bahkan, kegiatan kampanye pun dapat menyebabkan kericuhan, salah satunya seperti yang terjadi di lingkungan Masjid Jogokariyan belum lama ini.
"Banyak potensi konflik, misalnya antara partai politik dan sayap-sayap organisasi dari parpol itu sendiri. Kebanyakan konflik ini hanya terjadi ditingkat grassroot," kata Armaini di Balai Kota Yogyakarta, Jumat (01/02).
Dengan adanya berbagai konflik politik yang terjadi, tentu juga banyak kerusakan yang dapat ditimbulkan. Untuk itu perlu adanya pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi potensi konflik tersebut. Tidak hanya dari pihak yang berwajib, dalam hal ini pihak kepolisian, namun seluruh elemen masyarakat juga harus secara bersama-sama dalam mencegah timbulnya konflik ini. Termasuk dari parpol itu sendiri.
"Ketika terjadi konflik mulai menuding-nuding siapa yang salah. Padahal setiap parpol itu juga harus bertanggung jawab untuk menciptakan kondisi aman dan Pemilu yang kondusif," kata Armaini.
Bahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Yogyakarta pun mengatakan telah mengawasi dan mengawal setidaknya ratusan kegiatan kampanye. Ada sekitar 321 kampanye politik selama Januari 2019 di Kota Yogyakarta yang diawasi oleh Bawaslu Kota Yogyakarta.
"Pelaksana kampanye di Kota Yogyakarta luar biasa aktif," kata Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta, Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta, Tri Agus Inharto.