REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI dinilai perlu mengevaluasi diri secara tuntas terkait persoalan banyaknya perwira yang berstatus tanpa jabatan. Tapi, lembaga dan instansi lain juga dirasa perlu membantu TNI mengatasi permasalahan tersebut.
"Menurut saya TNI harus evaluasi dulu secara tuntas ke dalam, kenapa persoalan itu bisa muncul seperti itu?" ujar Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, melalui sambungan telepon, Jumat (1/2).
Kiki menyebutkan, adanya ratusan perwira yang 'menganggur' bukan hanya terjadi saat ini, tetapi juga pada masanya dulu. Ketika itu, timbul sekitar 200-300 perwira yang tanpa jabatan setelah dihapuskannya kekaryaan dan mereka dikembalikan ke TNI. Tapi, katanya, hal tersebut dapat diselesaikan selama kurang lebih lima tahun.
"Sekarang mungkin permasalahannya kenapa? Ini dulu yang harus dievaluasi. Jangan sampai nanti ada kebijakan baru tapi timbul masalah baru karena di dalam struktur TNI, piramidanya harus tetap terjaga jangan sampai gemuk di atas," jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, DPR dan institusi pemerintah yang lainnya juga jangan sampai membiarkan TNI kesulitan sendiri mencari jalan keluar. Mereka ia sebut harus turut membantu mencarikan jalan keluar dari persoalan ini. Menurut Kiki, tak ada salahnya juga jika purnawirawan TNI turut diajak berdiskusi untuk membahas hal tersebut.
"Karena tidak bisa hanya mengatakan ini mau kembali lagi ke kekaryaan atau dwifungsi. Jadi harus sama-sama jalan untuk memecahkannya," tutur dia.
Kiki menjelaskan, ketika dulu banyak anggota TNI yang ditarik dari kekaryaan, salah satu solusinya adalah menambah jumlah jabatan staf ahli maupun asisten. Mereka yang ditarik dari kekaryaan ditempatkan dalam wadah itu di struktur TNI.
"Jadi tidak menganggur. Mereka bekerja sampai masa pensiunnya berakhir. Jadi terselesaikan dalam jangka waktu paling lama lima tahunlah," jelasnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, persoalan 500-an perwira menengah (pamen) TNI dari tiga matra yang nonjob sedang diusahakan dicarikan jalan keluarnya. Menurut Hadi, solusi masalah itu adalah dengan melakukan penataan organisasi baru.
Hadi mencontohkan, jabatan Inspektorat Kostrad yang saat ini dijabat Brigjen atau bintang satu akan dinaikkan menjadi bintang dua atau berpangkat Mayjen. Otomatis bawahan Inspektorat Kostrad yang dulunya berpangkat Kolonel bisa naik menjadi Brigjen.
Pun dengan status Korem tipe B yang saat ini komandannya dijabat Kolonel, akan dinaikkan menjadi tipe A dengan komandannya berpangkat Brigjen. Sehingga, jabatan asisten Komandan Korem yang sebelumnya Letkol bisa diisi Kolonel. Adapun, Korem tipe A saat ini membawahi wilayah terluar dan perbatasan dengan negara tetangga Indonesia.
Hadi menuturkan, dengan simulasi peningkatan organisasi TNI tersebut, setidaknya bisa menyerap 60 perwira tinggi (pati) baru berpangkat Brigjen dan Mayjen. Adapun kalau ditotal keseluruhan, setidaknya ada 150 sampai 200 Kolonel bisa mengisi jabatan baru dari sekarang yang berstatus nonjob.
"Jadi dengan adanya peluang meningkatkan kelas, seperti Korem, Kolonel menjadi bintang 1, meningkatkan kelas dari asisten Kostrad dari Kolonel menjadi bintang 1 kemudian meningkatkan kelas dari Inspektorat Kostrad dari bintang 1, bintang 2 maka secara otomatis akan diikuti oleh organisasi atau satuan-satuan dibawahnya," ujar Hadi seusai Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2019 di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (31/1).
Hadir dalam Rapim itu, yaitu KSAD Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji, KSAU Marsekal Yuyu Sutisna, dan seluruh Pangkotama TNI dari tiga matra.
Hadi mengakui, dengan cara itu masih ada mayoritas Kolonel yang belum memiliki jabatan, yang mayoritas berasal dari matra Angkatan Darat (AD). Salah satu solusi lain yang dilakukan adalah pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dan Komando Khusus (Kopsus) yang bisa menampung jabatan pati.
Pihaknya juga sedang merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 47 agar pamen dan pati TNI bisa berdinas di lembaga negara. "Kita menginginkan bahwa lembaga/kementerian yang bisa diduduki oleh TNI aktif itu eselon satu eselon dua tentunya akan juga menyerap pada eselon eselon di bawahnya sehingga Kolonel bisa masuk di sana," kata mantan Irjen Kemenhan tersebut.
Hadi menambahkan, agar pamen TNI bisa menduduki jabatan di kementerian, tentu harus menunggu aturan. Dia pun berharap, langkah-langkah itu akan bisa mengurangi masalah ratusan pamen yang sekarang tidak memiliki jabatan.
"Tapi ini masih harus menunggu revisi Undang-Undang 34 Tahun 2004 yang jelas untuk perubahan kelas itu kita hanya mengeluarkan Perpres karena sudah ada Keppres-nya, paling tidak sudah akan berkurang dari 500 yang disampaikan tadi bisa sampai 150 sampai 200 (Kolonel), mudah-mudahan," kata Hadi.