REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan, terhadap terdakwa kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani, tetap dapat dilakukan penahanan. Meskipun, putusan kasasi MA tidak membahas tentang penahanan.
"Putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir, dan ketika disampaikan ke pihak penuntut umun maka sudah mengandung unsur eksekutorial," ujar Andi di Gedung MA Jakarta, Jumat (1/2).
Artinya, meskipun putusan kasasi MA tidak ada perintah untuk menahan Buni Yani, namun ketika putusan sudah diserahkan mepada Jaksa Penuntut Umum, maka jaksa sudah dapat melakukan eksekusi dalam hal ini adalah penahanan. "Tidak ada lagi upaya hukum kecuali upaya luar biasa, karena inkrahnya suatu putusan adalah sampai kasasi," ujar Andi.
Terkait dengan pendapat Buni Yani bahwa putusan kasasi tersebut tidak jelas, Andi mengatakan hal itu menjadi persoalan yang bersangkutan (Buni Yani). "Apa yang tidak jelas, itu urusan yang bersangkutan, yang penting kami sudah memutus dan mengirim putusan ke pengadilan pengaju, serta meneruskan ke pihak-pihak terkait," ujar Andi.
Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Buni Yani dinyatakan bersalah melanggar Pasal 32 ayat Undang-undang ITE. Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Padahal video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.
Kemudian, MA menolak perbaikan kasasi dari Buni Yani dengan nomor berkas pengajuan perkara W11.U1/2226/HN.02.02/IV/2018 sejak 26 November 2018. Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri membenarkan Buni Yani dijadwalkan untuk dieksekusi pada Jumat (1/2).
Buni Yani menyatakan, telah menerima salinan putusan kasasi dari MA. Namun, salinan putusan tersebut dinilainya kabur sehingga pihaknya mengajukan penangguhan eksekusi yang semestinya pada 1 Februari 2019.
"Kami akan mengajukan penangguhan eksekusi dan meminta semacam fatwa dari MA, harus jelas dahulu," ujar pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (30/1) malam.