REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, besaran tarif Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta sudah dalam proses akhir dan akan diumumkan pada pertengahan Februari 2019. Menurut dia, pihaknya sudah menghitung tarif MRT berdasarkan usulan PT MRT Jakarta.
"Saat ini tarif sedang di dalam proses akhir untuk kita menentukan penghitungan-penghitungan semua sudah selesai sebetulnya. Sekarang kalau nilainya nanti kita umumkan Februari pertengahan atau akhir," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (31/1).
Selain itu, ia menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menjalin kerja sama dengan Bank Indonesia (BI). Saat ini kerja sama tersebut masih dalam proses pengujian agar tiket bisa terintegrasi dengan moda transportasi lainnya di Jakarta.
Nantinya kewajiban pelayanan publik (PSO) atau subsidi terhadap biaya operasional transportasi umum akan dilakukan secara keseluruhan. Sementara itu, saat ini PSO tersebut masih diberikan per moda transportasi seperti bus rapid transit ataupun MRT.
"Jadi, kita pada akhirnya konsep kita nanti adalah pemberian PSO-nya itu bukan per moda saja. Kalau sekarang kan kita per moda, BRT kasih berapa, MRT berapa," kata Anies.
Anies juga mengirim surat ke Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) terkait rencana pembangunan proyek MRT fase II yang belum terwujud. Penyuratan tersebut bertujuan memastikan adanya jaminan keamanan.
Menurut dia, yang menjamin keamanan bukan hanya MRT sebagai operator. Keamanan dilaksanakan bersama TNI dan kepolisian. "Hal itu ada di beberapa asesmen di tempat-tempat lain di Jakarta," kata Anies.
Dia menjelaskan, lokasi keluar dan masuk MRT yang dekat dengan fasilitas-fasilitas strategis merupakan hal normal saja. Adanya pengamanan di titik-titik tersebut juga menurut dia bukan sesuatu yang luar biasa.
"Kita akan tunggu. Saya sudah berkirim surat kepada Mensesneg dan saat ini masih menunggu jawaban. Berkirim suratnya pekan lalu kalau enggak salah," kata Anies.
PT MRT Jakarta menunda pelaksanaan peletakan batu pertama pembangunan MRT fase II lintas Bundaran Hotel Indonesia (HI)-Kota yang direncanakan dilakukan pada Januari 2019. Berdasarkan Keppres Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, diperlukan sebuah persetujuan dari Menteri Sekretariat Negara selaku Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.
Sebelumnya, Anies mengatakan bahwa alternatif depo MRT fase II, menyusul batalnya Kampung Bandan dan Taman BMW sebagai lokasi depo, jangan berdasarkan selera tetapi kajian. Dari kajian, diputuskan di Kampung Bandan, tetapi kenyataannya lokasi itu bersengketa.
"Harus ada kajian mengenai kebutuhan dan kajian teknisnya," kata Anies.
Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar mengatakan, pihaknya mengusulkan tarif MRT sebesar Rp 12 ribu. Akan tetapi, besaran tarif itu termasuk angkutan umum lainnya seperti Jak Lingko atau bus Transjakarta yang akan mengantarkan penumpang dari dan ke stasiun MRT.
"Rp 12 ribu tetapi nyambung, jadi kalau naik Transjakarta atau Jak Lingko kemudian nyambung pakai MRT atau nyambung lagi bayarnya Rp 12 ribu," kata Iskandar.
Untuk penetapan besaran tarif Rp 12 ribu itu, DTKJ menghitung berdasarkan upah minimum regional (UMR) di Jakarta. Menurut Iskandar, tarif Rp 8.500 yang diusulkan PT MRT Jakarta dinilai masih bisa diterima masyarakat.
Pasalnya, Iskandar mengatakan, pihaknya juga mempertimbangkan biaya operasional. Namun, ia berharap agar Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan tarif MRT terintegrasi dengan tarif transportasi lainnya.
Harapan Warga
PT MRT Jakarta sudah mengajukan tarif sebesar Rp 8.500 per orang. Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, Rp 8.500 merupakan harga yang sudah mendapatkan subsidi pemerintah.
"Kita lagi menunggu, sudah tahap final awal Februari ini. Kita usulkan di Rp 8.500 sudah dengan subsidi per 10 kilometer," kata William dalam uji coba pengoperasian delapan kereta MRT Bundaran HI-Lebak Bulus.
Saat ini, usulan tersebut masih digodok di Pemprov DKI Jakarta. William menyebutkan, apabila tidak disubsidi, tarif MRT bisa sekitar Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per orang. "Sebelum subsidi, nilai ekonomi yang kita hitung sekitar Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu," kata dia.
Salah seorang warga Cilandak, Rezky Aprilia (29 tahun), yang bekerja di Jakarta Pusat, berharap tarif MRT berada di kisaran Rp 8.500 dan tak lebih dari Rp 10 ribu. Akan tetapi, besaran tarif tersebut harus diimbangi dengan fasilitas terbaik.
"Rp 8.500 tetapi kan aksesnya cepat ya dibanding angkutan lainnya. Harus sesuai juga sama fasilitas yang dikasih ke konsumen. Fasilitasnya harus bagus, transportasinya harus bagus, tidak mengecewakan," ujar Rezky kepada Republika, Kamis (31/1).
Hal senada diungkapkan Pebby (24 tahun). Menurut dia, tarif MRT tidak boleh lebih dari dua kali lipat tarif bus Transjakarta ataupun kereta rel listrik (KRL) commuter line. Menurut Pebby, harga yang di atas tarif transportasi umum lainnya saat ini disebabkan MRT mampu menawarkan waktu yang lebih cepat.
Transportasi berbasis rel itu, lanjut dia, akan terhindar dari kemacetan Ibu Kota, terlebih ketika waktu berangkat dan pulang kerja yang lebih padat. "Tarifnya lebih tinggi ya enggak apa-apa asal lebih cepat sampai ke tujuan. Paling penting juga, pihak MRT harus menjamin fasilitas, keamanan, dan kenyamanan penumpang," kata Pebby.