Peredaran dihentikan
Dedi juga mengungkapkan, kepolisian bekerja sama dengan PT Pos Indonesia menahan distribusi tabloid Indonesia Barokah. Masjid dan pondok pesantren yang telah menerima tabloid tersebut diimbau untuk tidak menyebarluaskannya.
"Kita juga bekerja sama khusus pendistribusian Pos, pihak Pos juga sepakat di-hold kepada alamat-alamat yang dituju,"ujarnya.
Bawaslu juga meminta agar peredaran Indonesia Barokah dihentikan. Namun, Bawaslu menyatakan, konten tabloid tersebut tidak tergolong kampanye hitam. Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, menyebut tabloid ini memiliki kecenderungan menyudutkan paslon capres-cawapres tertentu.
"Terkesan ada framing untuk menyudutkan paslon tertentu yang bisa menimbulkan keresahan sehingga kami hentikan dulu penyebarannya," ujar Afif.
Petugas Pos Indonesia menata paket berisi tabloid Indonesia Barokah di Gudang PT Pos Indonesia di Malang, Jawa Timur, Senin (28/1/2019).
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memin ta aparat mendalami lebih lanjut kasus peredaran Indonesia Barokah. Ia juga meminta penyebaran tabloid itu dihentikan. Menurut Moeldoko, peredaran Indonesia Barokah merusak demokrasi.
"Karena justru itu merusak, ya, merusak demokrasi. Jadi, kita bangun demokrasi dengan akal sehat dengan cara-cara yang bermartabat, karena cara-cara yang seperti itu tidak bagus untuk perkembangan demokrasi ke depan," ujar Moeldoko di gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (28/1).
Sebelumnya, Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla memerintahkan agar pengurus masjid membakar tabloid Indonesia Barokah jika menerima kiri man. "Ya, karena itu me langgar aturan, apalagi mengirim ke masjid, saya harap jangan dikirim ke masjid. Semua masjid-masjid (yang menerima--Red) itu, dibakarlah, siapa yang terima itu," kata Kalla yang juga Wakil Presiden.