REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instra) Deddy Herlambang menilai pengoperasian moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT) sebenarnya terlambat dibuat untuk Jakarta. Tapi MRT akan tetap efektif bagi masyarakat.
"Ini tetap efektif kendati kebijakan ini sudah dibahas sejak 20 tahun lalu. Tapi memang perlu transportasi yang berbasis rel seperti LRT dan MRT," kata Deddy saat dihubungi di Jakarta, Jumat (25/1) malam.
Selain karena moda transportasi berbasis rel ini ramah lingkungan dan energi, kata Deddy, kebutuhan tersebut karena pertumbuhan kendaraan yang sangat signifikan yang menurutnya mencapai 16 persen per tahun. Sementara pembangunan jalan hanya 0,01 persen per tahun.
"Walau sejak 2014 industri otomotif menurut kami mengalami penurunan, tapi perkembangan mobilnya tetap tinggi dan macet. Belum lagi banyaknya ojek dan taksi daring yang menambah pekerjaan baru di jalan raya yang artinya menambah beban jalan," ujar Deddy.
MRT yang nantinya akan melintasi wilayah Selatan ke Utara Jakarta dan Timur ke Barat, menurut Deddy positif. Karena akan memberikan pilihan yang lebih banyak untuk masyarakat di tengah kebijakan-kebijakan yang menyangkut transportasi yang tak kunjung terealisasi seperti jalan berbayar dan rel dwiganda untuk mengakomodir jalur Kereta Rel Listrik (KRL).
"Saat ini masyarakat sangat terpaku pada KRL yang jalurnya juga harus berbagi dengan kereta jarak jauh dan kereta barang sehingga kurang ideal. Kalau ada moda transportasi lain, ini akan sangat membantu sehingga akan khusus untuk perpindahan masyarakat," ujarnya.
Dengan adanya MRT dan LRT serta BRT (TransJakarta) yang sudah tertata, menurut Deddy sudah bisa menjadi lambang kemajuan kota Jakarta.
"Sudah bisa disebut 'Smart City', dengan banyaknya pilihan angkutan umum, berarti terciptalah satu kota cerdas atau smart city. Namun harus dipikir mengintegrasikan semuanya, agar lebih mudah sesuai dengan kebutuhan pengguna yang juga meningkatkan persentase penggunaan angkutan umum yang saat ini 16 persen menjadi 60 persen, padahal pada 2002 masih di angka 40 persen," ujarnya.