Sabtu 26 Jan 2019 03:16 WIB

Islam Itu Moderat

moderat sering kali dipakai sebagai senjata untuk menyerang sesama

Sejumlah umat Islam menangis saat acara Dzikir Nasional di Masjid Agung At Tin, Jakarta, Senin (31/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah umat Islam menangis saat acara Dzikir Nasional di Masjid Agung At Tin, Jakarta, Senin (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Shamsi Ali*

Istilah moderat, dan lawan katanya ekstremisme dan radikalisme, sejak beberapa tahun terakhir menjadi sangat populer. Saking populernya di hampir semua pidato pemimpin negara, termasuk pidato Raja Salman di Gedung MPR RI juga mengulangi kata-kata itu berkali-kali. Tidak luput tentunya hampir di semua pidato kampanye maupun debat capres AS ketika itu selalu menyebut-nyebut kata moderat dan lawan katanya ekstremisme atau radikalisme.

Dari zaman Bush, Obama, hingga eranya presiden Trump sekarang ini, kata ini masih menjadi objek yang menarik dan menyenangkan untuk dibahas oleh banyak pihak. Bagaimana tidak menarik dan menyenangkan. Kata ini bisa mengangkat atau sebaliknya menurunkan dukungan bagi sebagian pemburu kekuasaan.

Tapi apakah moderat itu?

Sebelum saya menjelaskan makna moderat, saya ingin menyampaikan dialog tanpa sengaja dengan seorang non-Muslim dalam perjalanan dari rumah ke kota. Saat itu kebetulan kereta bawah tanah lagi sepi, dan tiba-tiba orang itu bertanya ke saya: "where are you from?"

Setelah saya jawab: "I am from Indonesia", dia mengubah bahasanya dari Inggris ke Indonesia terbata-bata. "Oh bagus. Saya pernah pergi ke Indonesia".

Tentu saya senang dan bangga. Karena sering kali orang di Amerika lupa Indonesia di saat berbicara kunjungannya berlibur ke Indonesia. Rata-rata yang diingat adalah Bali. Seolah Bali jauh lebih besar, lebih hebat dari Indonesia. Seolah Indonesia hanya bagian atau samping sebuah daerah terkenal bernama Bali.

"So do you like Indonesia?" tanya saya.

"Iyaaa...saya suka," jawabnya masih dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Entah apa di benaknya tiba-tiba bertanya tentang agama. Hal ini sesungguhnya rada-rada asing di Amerika. Agama dianggap urusan pribadi dan tidak perlu diumumkan, apalagi ditanyakan.

"So are you a Muslim?" tanyanya.

Mungkin karena saya merasakan kedekatan dalam waktu singkat itu, apalagi orangnya memang cukup ramah, saya spontan menjawab: "yes of course."

Dia kemudian agak serius, lalu bertanya: "What kind of Islam do you follow? It is a radical or moderate one?"

Entah karena saya tersinggung atau karena sensitifitas saya saja, saya balik bertanya: "are you a Christian? A Moderate or radical Christianity?"

Orang itu melihat ke saya, walau berusaha tersenyum, tapi nampak di wajahnya ketidaksenangannya dengan pertanyaan itu. Dia kemudian menjawab: "Christianity is assumed a moderate religion."

Saya kemudian mengatakan: "all religions are inherently moderate. It is the followers who pull it into radical view and behaviors."

Saya kemudian melanjutkan: "as in the Christian community you have people such as KKK, or those who blew some abortion clinics as they disagree with their practices, we have such also in our community. Muslims hate others simply because of their faiths, are no less than those of KKK in Christianity."

Saya lalu ingin tahu apa defenisi dia tentang moderat dan radikalisme. Mendengar pertanyaan saya itu dia hanya diam. Tapi mungkin karena terlanjur memulai percakapan itu dia menjelaskan: "moderate are those who live their lives as any one else. Dress as others, partying as others, eating and drinking as others, marrying as others."

Intinya dia ingin mengatakan untuk disebut moderat, seseorang harus melakukan apa saja yang dilakukan semua orang. Walau dia tidak merincikan, tapi moderat bagi dia adalah jangan dibatasi lagi oleh batasan-batasan aturan agama Anda.

Jika Anda shalat, puasa, haji, memakai pakaian yang diatur agama maka itu adalah ekstrim. Sebaliknya, minum alkohol, pergaulan bebas, ikut pesta di bar-bar, dan semua yang dilakukan orang yang tidak diikat aturan agama, itulah moderat.

Mendengar itu saya kemudian teringat banyak peristiwa yang terjadi di dunia ini. Saya diingatkan betapa memang ada orang-orang yang berusaha menampakkan agama itu, tidak saja Islam tapi semua agama, sebagai lawan dari kebebasan. Dan karenanya menjalankannya adalah bentuk radikalisme yang melawan kebebasan manusia.

Saya juga diingatkan ketika banyak pemimpin dunia, termasuk dunia Islam, mempropagandakan perlunya moderat. Tapi ternyata di benak terdalam para politisi dan pemimpin dunia itu moderat dimaknai sebagai enteng saja dengan nilai-nilai dan ajaran agama. Karena ketika nilai dan ajaran agama ditegakkan, borok banyak pemimpin itu akan semakin tersingkap.

Mengapa demikian? Karena agama itu ruhnya adalah "mendukung kebenaran dan keadilan, dan melawan kebatilan dan kezaliman." Dan inilah yang ditakutkan oleh banyak pemimpin dunia.

Untuk meredam kemungkinan itu mereka bernafsu tinggi untuk menegakkan apa yang mereka sebut sebagai moderat. Moderat yang dalam defenisi mereka adalah tidak peduli agama, kebenaran dan keadilan. Acuh dengan tanggung jawab amar-ma’ruf dan nahi mungkar.

Yang paling disayangkan tentunya adalah ternyata sebagian pemimpin agama juga, teemasuk agama Islam, menghendaki hal yang sama. Kata moderat sering kali dipakai sebagai senjata untuk menyerang sesama untuk tujuan yang satu. Yaitu menekan kelompok lain dalam komunitasnya sendiri agar tetap lemah, terpinggirkan dan dicurigai.

Tentu tujuannya adalah agar kelompok merekalah yang mu’tabar (diakui) dan dijadikan rujukan oleh penguasa dan pihak-pihak yang punya kepentingan lainnya. Maknanya jika kita gali lebih jauh tentang fenomena ini, akan didapati bahwa ujung-ujungnya juga demi keuangan yang maha kuat.

Intinya adalah moderat sering kali dijadikan senjata bagi pihak-pihak tertentu untuk mengail keuntungan sempit. Yang lebih berbahaya ketika moderat dijadikan senjata untuk mematikan lawan.

Mereka yang memiliki komitmen dengan ajaran agama, menjalankan agama sesuai keyakinan dan ajarannya, cenderung dianggap ekstrim atau radikal. Terlebih lagi mereka yang bangkit membela apa yang dianggap benar dan adil. Dunia akan menyatu untuk menjatuhkan palu jika mereka ini tidak saja radikal. Tapi musuh dan ancaman yang harus dieliminir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement