REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dua orang penyandang disabilitas dinyatakan lolos seleksi Relawan Demokrasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dalam pekan ini, keduanya bahkan sudah akan turun ke lapangan bersama 53 orang Relawan Demokrasi yang telah terseleksi lainnya.
Mereka akan menjadi ujung tombak KPU dalam mendorong partisipasi pemilih dan menurunkan angka suara tidak sah pada Pemilu 2019 nanti. Ketua KPU Kabupaten Semarang, Maskup Asyadi, mengatakan, di antara 55 orang Relawan Demokrasi yang dinyatakan lolos seleksi oleh KPU Kabupaten Semarang.
Dua orang di antaranya merupakan penyandang disabilitas. “Hari ini seluruhnya telah mengikuti mengikuti bimbingan teknis di Sekretariat KPU Kabupaten Semarang,” ujarnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang.
Dalam bimbingan teknis ini, KPU Kabupaten Semarang memberikan pembekalan kepada Relawan Demokrasi. Karena mulai pekan ini mereka sudah diterjunkan ke lapangan sesuai basisnya masing-masing.
Pembekalan teknis kepada Relawan Demokrasi ini meliputi materi metode sosialisasi pemilu serta langkah-langkah dalam pelaporan. Termasuk juga aspek-aspek profesionalisme dan netralitas.
“Sebagai kepanjangan tangan KPU, para Relawan Demokrasi ini juga merupakan bagian penyelenggara pemilu. Sehingga dalam bekerja harus menjaga aspek profesionalisme dan netralitas,” jelas Maskup.
Apalagi, lanjutnya, saat ini kegiatan-kegiatan kampanye, baik tatap muka, pertemuan terbatas, maupun kampanye, lewat media sosial (medsos), sudah gencar sekali, di tengah masyarakat.
“Sehingga KPU Kabupaten Semarang harus memastikan para Relawan Demokrasi ini netral dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai ‘agen’ KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih,” tegasnya.
Maskup juga menambahkan, sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) seleksi Relawan Demokrasi maupun PKPU No 10 Tahun 2018, setidaknya ada 11 basis yang didalam termasuk basis disabilitas dan keagamaan.
Berkaitan basis keagamaan, KPU merekrut relawan dari lima agama yang ada di Kabupaten Semarang. “Mereka akan bertugas memberikan sosialisasi kepada kelompok agama masing-masing,” jelasnya.
Sedangkan untuk basis difabel, disebut Maskup, juga sangat penting mengingat di Kabupaten Semarang ada sekitar 2.300 pemilik hak suara yang berasal dari kelompok penyandang disabilitas.
“Tentu KPU sebagai penyelenggara Pemilu juga harus memberikan sosialisasi kepada mereka agar para penyandang disabilitas ini bisa dan mau menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019 nanti,” lanjutnya.
Sementara itu, salah seorang relawan demokrasi penyandang disabilitas dari SLB Ungaran, Wahyudi (25), mengaku terpanggil untuk mengikuti seleksi Relawan Demokrasi karena akses pemilu bagi kaum disabilitas pada pemilu sebelumnya masih rendah.
Menurutnya, pada Pemilu 2014, lalu banyak penyandang disabilitas yang apatis untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara). Faktornya beragam mulai dari TPS yang tidak ramah bagi difabel hingga minimnya akses sosialisasi pemilu kepada kelompok masyarakat difabel.
Di Kabupaten Semarang, ada beberapa komunitas (kelompok) difabel yang akan menjadi sasaran sosialisasi Pemilu 2019. Karena mereka juga memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses berbagai informasi serta tata laksana pemilu.
“Untuk Pemilu 2019 nanti, kami menargetkan 80 persen partisipasi pemilih dari kelompok (penyandang) disabilitas yang ada di Kabupaten Semarang,” katanya.