REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berbicara soal ancaman terorisme di hadapan puluhan atase pertahanan negara-negara sahabat saat menggelar "coffee morning", di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.
"Ancaman nyata pada saat ini yang memerlukan perhatian yang serius adalah ancaman terorisme dan radikalisme," kata Menhan dalam sambutannya.
Ancaman tersebut, lanjut Ryamizard, bersifat lintas negara berskala regional maupun global sehingga memerlukan penanganan kolektif dan tindakan bersama-sama dalam menghadapinya melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara.
Menurut dia, kekuatan ISIS yang berbasis di Filipina Selatan telah dijadikan sebagai salah satu basis teroris dan ikut memicu aksi-aksi teror di Asia Tenggara.
Kelompok itu berencana membangun jaringan dengan menggabungkan antara Islamic State Phillipines, Islamic State Malaysia, dan Islamic State Indonesia di bawah pimpinan Mahmud Ahmad yang merupakan bagian dari struktur ISIS Pusat dibawah Pimpinan Abu Bakr Al-Baghdadi yang berbasis di Irak.
"ISIS bukanlah masalah agama, tetapi adalah buah dari konflik politik di Irak pasca-Saddam Husein. Hal ini harus jelas diketahui semua bangsa dan negara di dunia," ucap purnawirawan Jenderal Bintang empat ini.
Ancaman lainnya, kata dia, ancaman terhadap "mindset" atau ancaman terhadap ideologi dengan melakukan cuci otak atau "brainwash". Seperti yang terjadi pada aksi teror bom bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga di Surabaya tahun lalu.
"Dalam proses 'brainwash', aktivitas yang terjadi antara lain mengontrol pikiran, mencuci otak, mengonstruksi ulang pemahaman seseorang, merayu seseorang dengan agak memaksa, menginstal pikiran seseorang dengan ideologi, fakta atau data, dan penjelasan yang sangat intens," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ryamizard mengatakan, dinamika perkembangan lingkungan strategis membawa perubahan terhadap kompleksitas ancaman yang berimplikasi pada pertahanan negara.
"Guna mengatasi potensi ancaman bersama pada lingkup global dan lingkup kawasan, diperlukan mekanisme kerja sama kawasan agar kita memiliki kesamaan cara pandang didalam mengambil langkah-langkah bersama yang konkret dan konstruktif," ujarnya.
Oleh karena itu, mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini menekankan perlunya komunitas ASEAN untuk bersatu dengan memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan dalam menghadapi beberapa isu faktual di kawasan, seperti misalnya isu Korea Utara, perkembangan Laut China Selatan, isu trilateral pengamaanan Laut Sulu dari potensi ancaman ISIS Asia Timur serta perkembangan krisis Rohingya.
Saat ini di kawasan ASEAN setidaknya terdapat tiga area kerja sama maritim yang menjadi sorotan dunia, yakni patroli terkoordinasi Selat Malaka, kerja sama maritim negara-negara di kawasan Teluk Thailand dan kerja sama Trilateral di Laut Sulu.
"Kerja sama trilateral ke depan juga dapat melibatkan Singapura, Thailand, Vietnam dan negara ASEAN lainnya. Perluasan kerja sama ini sangat diperlukan untuk menciptakan konektivitas kerja sama sub-regional," ucapnya.