REPUBLIKA.CO.ID, GOWA -- Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, melaporkan enam orang dinyatakan meninggal dunia saat bencana banjir dan tanah longsor akibat meluapnya air sungai Jeneberang di Bendungan Bili-bili. Tingginya permukaan air di Bendungan Bili-bili, memaksa Pemkab Gowa membuka pintu air.
"Kita berduka cita atas adanya korban meninggal dalam musibah bencana alam ini. Kita terus berupaya melakuan evakuasi dan membantu warga yang terdampak banjir," ujar Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan di Gowa, Selasa (22/1).
Adnan mengatakan, tingginya elevasi air di bendungan Bili-bili yang mencapai angka di atas 101,36 meter itu membuat pengelola waduk harus membuka pintu air. Ia mengatakan dampak langsung dari dibukanya pintu air adalah terjadinya banjir khususnya di dataran rendah. Pembukaan pintu air dilakukan supaya bendungan tidak jebol akibat semakin tingginya elevasi air.
"Tidak ada jalan lain kecuali membuka pintu air karena kalau tidak dibuka membahayakan bendungan itu sendiri. Ketika pintu air dibuka, air langsung meluap dan merendam rumah warga," katanya.
Berdasarkan laporan yang diterima dari anggotanya di lapangan sebanyak enam orang di laporkan meninggal dunia. Ada yang meninggal karena tersengat listrik, ada juga karena tertimbun longsoran. Keenam korban meninggal yakni, seorang bocah Akram Al Yusran (3), warga Pangkabinanga, Rizal Lisantrio (48) warga BTN Batara Mawang karena tersengat listrik, Sarifuddin Dg Baji, serta seorang bayi yang belum teridentifikasi. Kemudian dua korban longsor lainnya juga belum teridentifikasi.
Selain enam korban meninggal karena banjir, empat warga lainnya juga dinyatakan mengalami luka-luka serta 10 orang lainnya hilang atau belum ditemukan oleh pihak keluarganya masing-masing. Adnan menambahkan, dalam musibah itu, empat jembatan penghubung dinyatakan terputus. Satu diantaranya adalah jembatan Bongaya.