REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly angkat bicara terkait rencana pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir. Yasonna mengatakan, pihaknya bersama Kemenkopolhukam masih memberikan kajian yang sangat mendalam terkait hal itu.
"Bahwa ada faktor kemanusiaan yang dipertimbangkan tentang beliau ya. Karena sejak saya kira lebih dari satu tahun lalu persoalan ini sudah disampaikan pihak keluarga," kata Yasonna di kantornya, Selasa (22/1).
Yasonna menuturkan, sudah ada permintaan dan niat sejak setahun yang lalu mengingat usia Ba'asyir yang semakin tua. Serta ada keinginan keluarga di Solo, agar Baasyir dipindahkan ke rumahnya di Solo.
"Sementara UU tidak memungkinkan itu. Kami tawarkan untuk dipindahkan ke Solo. Tidak di gunung Sindur, mengingat umur sudah uzur kami bantu berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, tapi keluarga mengatakan, kalau hanya di lapas, ya di Sindur saja. Karena dekat dengan fasilitas kesehatan," terangnya.
Yasonna melanjutkan, terdapat ketentuan hukum meskipun presiden ingin membebaskan dengan alasan kemanusiaan. Sehingga pembebasan bersyarat dipertimbangkan.
"Maka presiden memerintahkan kepada kita untuk berkoordinasi dan melakukan kajian yang mendalam. Kembali ke statement pak Wiranto mengatakan diperlukan kajian secara hukum juga termasuk NKRI karena ini kan mengenai perbuatan pidana yang berkaitan dengan keselamatan orang. Terorisme," tambah Yasonna.
Menurutnya, sampai saat ini proses kajian masih terus berjalan. Lantaran proses ini juga menyangkut ya ada urusannya dengan Polri, BNPT, bahkan dengan Kemlu karena menyangkut dengan resolusi PBB. Yasonna menambahkan, dengan rencana pembebasan bersyarat artinya Baasyir tidak bebas murni. Karena bila ingin bebas secara penuh baru akan terwujud pada tahun 2023.
"Tetapi hukum mengatakan kalau sudah melewati 2/3 bisa bebas bersyarat tapi ada syarat-syaratnya. Persyaratan itu harus dipenuhi," ujarnya.
Ihwal syarat pembebasan bersyarat, Yasonna menegaskan mengakui Pancasila sangat fundamental yakni mengakui Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
"Jadi jangan salah mengakui Pancasila seolah-seolah tidak mengakui Tuhan. Tidak. Maksudnya kita mengakui Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dan ya paham NKRI. Itu yang kita persyaratkan karena jenis kejahatannya, kejahatan tentang terorisme terhadap negara. Maka Itu yang jadi persoalan pokok yang kita bahas," ujarnya.