Selasa 22 Jan 2019 19:31 WIB

Eni: Setnov 'Ngotot' Kuasai Proyek Pembangkit Listrik

Eni mengatakan Setnov sejak awal ingin menguasai proyek pembangkit listrik di Jawa.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus proyek PLTU-1 Eni Maulani Saragih usai menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Terdakwa kasus proyek PLTU-1 Eni Maulani Saragih usai menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus suap terkait PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih menyebut bahwa Setya Novanto (Setnov) sejak awal sudah meminta proyek kepada PT PLN Persero. Menurut Eni, Setnov yang saat itu masih menjadi Ketua DPR ngotot ingin menguasai proyek pembangkit listrik di Pulau Jawa.

"Bagi Setya Novanto mungkin kalau di Jawa, hitunganya sangat besar, itu bisa 2 x 1.000 mega watt. Jadi kalau di Jawa itu sesuatu yang luar biasa," ujarnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, dalam agenda persidangan pemeriksaan terdakwa, Selasa (22/1).

Eni menyebut, sebanyak tiga kali Novanto melakukan pertemuan untuk membicarakan  proyek tersebut. Pertama, pertemuan terjadi di ruangan Novanto. Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka pembahasan untuk membantu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo mengurus proyek PLTU Riau-1. Dalam pertemuan tersebut, kata Eni,  hadir putra Novanto, Rheza Herwindo dan orang kepercayaan Eni, Indra Purmandani.

"Saat itu, Pak Novanto bilang ini bantu Pak Kotjo, tapi belum ada Pak Kotjo disitu. Saya diminta untuk bantu-bantu keperluan yang mungkin nanti ada kepentingan pak Kotjo. Anaknya Pak Nov, Rheza yang ‎mempertemukan saya dengan Pak Kotjo," katanya.

Saat itu, sambung Eni, dirinya tidak bisa menolak perintah dari atasannya tersebut. "Karena pada waktu itu pak Novanto tahu Komisi VII berurusan dengan PLN. Intinya, saya diminta untuk bantu keperluan Pak Kotjo," jelasnya.

Eni juga mengakui, Novanto menjanjikan akan memberikan fee kepada dirinya jika berhasil membantu Kotjo dalam mengurus proyek PLTU Riau-1. Saat itu Eni dijanjikan 1,5 juta dollar AS atas tugasnya tersebut.

 

Sementara, dua pembicaraan lainnya  disampaikan Novanto saat bertemu dengan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir.  Namun, dalam pembicaraan tersebut, Sofyan Basir mengatakan bahwa permintaan Novanto tidak dapat dipenuhi. "Pak Sofyan bilang, kalau di Jawa sudah penuh, karena semua sudah punya orang. Pokoknya Jawa enggak bisa. Tapi di luar Jawa oke," kata Eni.

Baca juga: Suap PLTU Riau-1, Eni: Kata Pak Kotjo ini Uang Halal

Masih dalam persidangan, Eni juga mengakui pernah meminta uang kepada  Kotjo untuk keperluan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Awalnya, Eni beranggapan pemberian uang dari Kotjo tersebut tidak melanggar hukum. "Bagi saya, pengusaha menyumbang buat partai, apalagi dari sesuatu yang halal ya tidak ada masalah," ujar Eni.

Menurut Eni, sejak awal Kotjo telah memberitahu bahwa dia akan mendapat jatah atas jasanya membantu Kotjo mendapatkan proyek pembangkit listrik. Eni akan mendapat bagian dari agen fee sebesar 2,5 juta dollar AS yang diterima Kotjo dari investor China.

"Pak Kotjo bilang, dia dapat 2,5 persen dan ini halal. Saya tanya kenapa halal, dia bilang saya dapatkan agen fee dan bayar pajak," kata Eni.

Dalam kasus ini, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp 4,7 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.  Menurut jaksa, uang tersebut diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement