Selasa 22 Jan 2019 04:50 WIB

Cap Go Meh di Bogor Usung Tema Keberagaman

CGM 2019 diharapkan dapat meningkatkan PAD Kota Bogor.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Dwi Murdaningsih
Peserta Cap Go Meh melakukan atraksi barongsai saat mengikuti Bogor Street Festival Cap Go Meh (CGM) 2018 di Jalan Suryakencana, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Peserta Cap Go Meh melakukan atraksi barongsai saat mengikuti Bogor Street Festival Cap Go Meh (CGM) 2018 di Jalan Suryakencana, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Pelaksanaan Bogor Street Festival Cap Go Meh (CGM) 2019 akan digelar pada 19 Februari mendatang. Pergelaran rutin tahunan itu diharapkan dapat merepresentasikan karakter warga Kota Bogor yang sarat keberagaman dan kerukunan.

“Dari zaman Prabu Siliwangi sampai saat ini, tidak pernah ada sejarahnya di Kota Bogor ada konflik horizontal. Kerukunan dan keberagaman sudah menjadi DNA warga Kota Bogor,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya dalam konferensi pers Bogor Street Festival CGM 2019, Senin (21/1).

Bima menjelaskan, terdapat dua target yang akan ditetapkan dalam pergelaran CGM 2019 itu. Pertama, kata dia, adanya CGM 2019 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor.

Kedua, kedatangan para wisatawan ke CGM 2019 nanti diharapkan dapat melihat potret dan citra Kota Bogor yang memperlihatkan kesantunan dan keramahan warganya.

“Kalau yang tidak ternilai, bagaimana cara kita untuk memberi kesan yang dapat dikenang oleh wisatawan yang hadir. Kita harus tunjukkan kalau Kota Bogor itu ramah dengan perbedaan,” katanya.

Bima mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tidak menganggarkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk acara-acara festival kecuali momen pergelaran Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Untuk itu, kata dia, anggaran CGM Festival 2019 berasal dari kalangan swasta dan pihak penyelenggara.

Ketua Penyelenggara Bogor CGM Festival 2019 Arifin Himawan mengatakan, festival CGM kali ini akan dikemas berbeda dengan tahun sebelumnya. Dia menjelaskan, perbedaan itu dapat dilihat pada saat acara akan dimulai dengan adanya pertunjukkan drama kolosal bertajuk “Katumbiri”.

“Katumbiri dalam bahasa Sunda artinya pelangi. Ini menggambarkan keberagaman kita, warna-warni yang menyatu dalam satu garis lingkar. Filosofi ini mencoba merepresentasikan karakteristik Kota Bogor, menyatu bersama dalam kemasan budaya,” kata Arifin.

Drama kolosan Katumbiri itu direncanakan akan dimainkan oleh tujuh sanggar yang saling berkolaborasi. Nantinya, terdapat 30 tim yang akan terlibat dalam pawai CGM. 10 di antaranya berasal dari komunitas dan institusi.

Arifin juga menjelaskan, terdapat pertunjukan dari luar daerah Kota Bogor. Bahkan, kata dia, terdapat juga pertunjukan dari negara-negara asing seperti Taiwan dan India.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor Shahlan Rasyidi mengatakan, daerah yang sudah memastikan kehadiran dan berpartisipasi dalam CGM 2019 adalah Kabupaten Sumedang, Cirebon, Bandung, dan Kota Surabaya.

“Kami berharap pergelaran ini bisa jadi kalender gelaran nasional, karena setiap tahunnya lebih dari ratusan ribu wisatawan hadir di festival ini. Pergelaran ini juga sangat berpengaruh pada tingkat kunjungan di Kota Bogor, salah satu yang memacu peningkatan PAD di sektor pariwisata di Kota Bogor,” kata Shahlan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement