Senin 21 Jan 2019 16:52 WIB

Jubir TKN tak Sepakat Fahri Soal Pembebasan Baasyir Politis

Jubir TKN menegaskan, pembebasan Ba'asyir karena alasan kemanusiaan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Abu Bakar Baasyir (kiri) dan kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Abu Bakar Baasyir (kiri) dan kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Lena Maryana Mukti, membantah pernyataan Wakil Ketua DPR RI bahwa pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir bermuatan politis. Ia menegaskan, pembebasan Ba'asyir karena alasan kemanusiaan. 

"Itu kan sudah dipersiapkan juga, kajian-kajian seperti itu sudah lama ya, bukan mendadak seperti yang dituduhkan ada alasan politis, bukan," ujar Lena di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (21/1).

Lena menyatakan, pembebasan Baasyir murni kemanusiaan, mengingat usianya yang sudah mencapai 81 tahun. Selain itu, dia mengatakan, Ba'asyir juga sudah menjalani 2/3 masa hukumannya.

"Jadi atas pertimbangan-pertimbangan itu wajar saja kalau Pak Abu Bakar ba'asyir dibebaskan dan berharap bahwa spekulasi-spekulasi yang menyatakan bahwa ini akan meraih simpati itu dikesampingkan lah," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Lena menambahkan, dengan pembebasan ini, Abu Bakar Baasyir dapat menikmati kehidupan bersama keluarga. Ia pun menyebut program deradikalisasi tetap berjalan seperti yang disampaikan cawapres Ma'ruf Amin dalam acara debat Capres pada Kamis (17/1) lalu. 

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir mengandung unsur politis dan pencitraan. Pembebasan ini, kata dia, juga menunjukkan sikap tidak jelas pemerintah atas isu terorisme.

"Pemerintah agak gamang sedari awal, sehingga ini pemerintah mau melaksanakan hukum, apa belas kasihan,akhirnya jadi bingung gitu lho. Kalau punya sikap hukum yang keras dari awal, ada persoalan ideologis ya laksanakan hukum, tapi ini karena ada unsur pencitraan," ucap Fahri.

Menurut Fahri, ada keraguan dari pemerintah terkait dasar pembebasan Abu Bakar. Ia menyebut alasan kemanusiaan kontradiktif dengan sisi hukum. Terlebih lagi, pembebasan Abu Bakar dilakukan melalui grasi yang diberikan presiden.

"Kalau hak ya bebas, bebas saja, tidak perlu diklaim sebagai sesuatu yang menggunakan instrumen yang ada pada presiden berupa grasi ya kan? atau rehabilitasi, itu hak-hak yang ada di presiden," ujar Fahri.

Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Juni 2011. Vonis itu dijatuhkan dengan alasan Abu Bakar Ba'asyir terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh. Ba'asyir pun mendekam di Lembaga Permasyarakatan Gunung Sindur.

Ba'asyir dijerat dengan Pasal 14 Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Hakim menyatakan Ba'asyir terbukti melakukan pidana dalam dakwaan subsider dengan Pasal 14 Jo Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement