Senin 21 Jan 2019 11:36 WIB

Fadli Zon Kaitkan Pembebasan Ba'asyir dengan Politik

Yusril menyatakan kebijakan presiden memang sebuah kebijakan politik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Abu Bakar Baasyir
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Abu Bakar Baasyir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengomentari terkait dibebaskannya terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Fadli menilai upaya pembebasan Baasyir merupakan suatu upaya politik yang dilakukan oleh kubu Jokowi untuk menarik simpati umat Islam.

"Jelas ini adalah satu manuver politik," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/1).

Ia menganggap upaya tersebut dinilai tidak akan berhasil lantaran masih banyak tokoh-tokoh umat Islam yang sampai saat ini nasibnya masih belum jelas. Beberapa contoh kasus di antaranya seperti  kriminalisasi imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, dan Ustaz Alfian Tanjung.

"Dengan pembebasan (Baasyir) itu akan mendapatkan dukungan simpati dari umat islam saya  kira itu akan gagal," katanya

Politikus Partai Gerindra tersebut meminta untuk tidak ada lagi bentuk kriminalisasi dan diskrimnasi  terhadap ulama. Selain itu ia juga mengimbau kepada pemerintah untuk tidak lagi menjadikan hukum sebagai alat politik.

"Karena rakyat semakin cerdas bahwa apa yang dilakukan kepada Abu Bakar Ba'asyir memang secara hukum sudah bisa dibebaskan sejak bulan Desember lalu kalau menurut pengacaranya," ungkapnya.

Ustaz Abu Bakar Ba'asyir bersiap keluar dari lembaga pemasyarakatan Gunung Sindur pekan depan. Hal itu setelah Presiden Joko Widodo menyetujui membebaskan Ba'asyir tanpa syarat apapun. 

Sebelumnya, penasihat hukum Presiden Joko Widodo (Jokowi) Yusril Ihza Mahendra menjelaskan potensi munculnya pertanyaan mengapa harus sampai presiden turun tangan terhadap persoalan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Menurut Yusril, di benak sebagian orang mungkin mempertanyakan juga bukankah cukup kepala lembaga pemasyarakatan atau direktur jenderal pemasyarakatan (PAS) yang menangani itu.

"Kalau tindak pidana khusus tertentu itu sampai ke dirjen. Tetapi dirjen pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena terbentur pada peraturan menteri dengan syarat-syarat pembebasan," kata Yusril saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (19/1).

Yusril menjelaskan, ketentuan tentang syarat-syarat pembebasan bersyarat itu diatur dalam peraturan menteri, bukan peraturan pemerintah maupun undang-undang. Peraturan menteri adalah aturan kebijakan yang dibuat oleh menteri.

"Nah, aturan kebijakan itu di bidang eksekutif. Eksekutif tertinggi itu ada di tangan Presiden. Presiden bisa mengambil kebijakan sendiri, mengenyampingkan aturan kebijakan yang dibuat oleh menteri," kata dia.

Yusril menerangkan, pembebasan bersyarat dalam perbuatan pidana umum, cukup dilakukan oleh kepala lembaga pemasyarakatan. Berbeda dengan pembebasan bersyarat dalam konteks pidana khusus, seperti terorisme, yang harus dilakukan oleh direktur jenderal pemasyarakatan (dirjen pas) Kementerian Hukum dan HAM.

"Tapi dirjen PAS itu sebenarnya tidak dapat memberikan bebas bersyarat dalam kasus terorisme kalau yang bersangkutan tidak menandatangnai syarat kesetiaan kepada Pancasila. Karena itu, masalah ini diambil-alih oleh Presiden, hanya Presiden yang berwenang memutuskan itu dan mengambil sebuah kebijakan," katanya.

Karena itu, Yusril menanggapi santai soal pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir yang dianggap berkaitan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Baginya, kalau pun Ba'asyir dibebaskan bersyarat dengan tepat waktu, 23 Desember 2018, tetap akan ada anggapan seperti itu.

"Misalnya tepat waktu, diberikan kebebasan itu pada 23 Desember 2018, bukankah tanggal itu juga sudah masa kampanye pemilu? Kalau di tanggal itu dibebaskan, orang bilang ini kaitannya dengan kampanye pemilu. Hari ini pun dibebaskan ya akan dibilang yang sama juga," kata dia.

Lagi pula menurut Yusril, kebijakan yang dikeluarkan Presiden tentu merupakan kebijakan politik. Sebagai kebijakan politik, tiap orang punya sudut pandangnya masing-masing. "Tidak bisa disalahkan kalau orang mengatakan wah ini tahun politik (maka) diambil kebijakan seperti itu, ya orang lain bebas saja menafsirkan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement