REPUBLIKA.CO.ID, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (TNI) Moeldoko menilai, Abu Bakar Ba'asyir masih memiliki pengaruh di kalangan kelompok fundamental. Menurut dia,ketika masih dipenjara di Nusakambangan, Ba'asyir masih sering didatangi orang-orangnya.
"Ya, apapun, beliau kan juga masih punya pengaruh," kata Moeldoko, Sabtu (19/1).
Namun, Moeldoko mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi hal itu. Menurut dia, sebelum menentukan keputusan itu, Presiden Joko Widodo pasti akan melibatkan menteri terkait seperti Menko Polhukam, Menhan, Menkumham, dan lainya.
Ia menegaskan, setiap keputusan besar akan diambil akan melibatkan semua pihak.
Moeldoko menegaskan, membebaskan Ba’asyir bukan berarti pemerintah kendor melawan terorisme.
Menurut dia, penanggulangan dan pengawasan terkait terorisme akan terus dilakukan. Pasalnya, lanjut dia, Presiden berkomitmen tidak memberi ruang kepada kelompok radikal dan terorisme.
Sementara Polri berencana tetap mengawasi keseharian Abu Bakar Ba'asyir pascabebas murni pada Senin (21/1) mendatang. Pengawasan dilakukan oleh jajaran Polresta Surakarta.
“Polres Surakarta hanya melakukan monitoring saja, kan rencananya beliau tinggal di Solo,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Ahad (20/1).
Meski demikian, ia mengatakan kepolisian tidak menyiapkan pemantauan khusus terhadap aktivitas Ba’asyir. Alasannya, saat ini kondisi kesehatan Ba'asyir sudah turun dan aktivitasnya tidak banyak karena faktor usia.
Dedi mengatakan prosedur pembebasan Ba’asyir berada di wewenang Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham. Oleh karena itu, Dedi enggan menanggapi lebih banyak.
“Kita itu tugasnya monitoring sampai beliau di Solo, kegiatan-kegiatan beliau, kita monitoring juga. Nanti kita silaturahmi juga dari Polresta (Surakarta),” ujar Dedi.
Menurut dia, pengawasan cukup dari Polresta dan wilayah saja, tanpa koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lain-lain. “Solo cukup, kalau ada Polsek saja,” kata dia.
Dedi mengatakan pemantauan dilakukan dengan patroli sambang dan dialogis oleh Babinkamtibmas wilayah. Apalagi, aparat Polresta Surakarta sudah mengenal baik keluarga Ba’asyir.
Sementara, pengamat terorisme yang juga Rektor IAIN Pontianak M. Syarif menilai kekhawatiran akan adanya ancaman teror sangat berlebihan. Sebab di samping sudah tua, Ba'asyir juga sudah ditinggal pengikut setianya dan sudah terputus dengan jaringan ekstrimis, seperti Jaringan Anshar Daulah (JAD) dan Jaringan Ansharut Syiah (JAS).
“(Ustaz Abu Bakar Ba'asyir) sudah terputus dengan jaringan ekstrimis. Tidak perlu khawatir, aparat kita sangat paham soal ini," tegas Syarif, Ahad (20/1).
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Kemudian jika ada indikasi Abu Bakar Ba'asyir akan berbuat teror lagi, maka tinggal di cabut saja pembebasannya dan di tahan kembali. Justru membuat dirinya heran, ketika ada sebagian pihak menyalahkan keputusan itu serta menuduh Jokowi tidak komit terhadap penanggulangan terorisme.
Padahal, sambungnya, pencegahan dan penanganan aksi-aksi terorisme sangat progresif di era Jokowi ini. "Pola pendekatan Jokowi dalam penanggulangan terorismes tidak hanya tindakan repersif tapi mulai juga masuk ke pola pendekatan kemanusian," tutur Syarif.
Syarif juga menilai keputusan membebaskan Ba'asyir sama sekali tidak akan pengaruhi tekad pemerintah dalam menanggulangi terorisme. Keputusan itu juga bukanlah bentuk kompromi dengan kelompok teroris. Keputusan itu menunjukkan pada dunia bahwa penanganan terorisme di Indonesia sangatlah mengedepankan HAM.
“Artinya, pemerintahan Jokowi itu humanis namun sangat tegas soal terorisme,” tambahnya.
Pengamat terorisme lainnya dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar mengatakan ada kubu yang mendukung pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, ada pula kubu yang menganggap ada agenda tertentu dari bebasnya narapidana kasus terorisme tersebut.
"Terdapat pendukung yang melihat pembebasan yang tampaknya tidak bersyarat padahal grasi hanya diberikan dengan ketentuan tertentu ketika Abu Bakar Ba'asyir tidak boleh menerima tamu dan tidak boleh berceramah," katanya, Sabtu (17/1).
Jika benar Abu Bakar Ba'asyir tidak diperkenankan untuk menerima tamu bahkan tidak boleh berceramah, Al Chaidar menganggap hal itu merupakan syarat yang berat bagi ustaz sekaliber Ba'asyir.
"Pengaruh radikalisme ustadz Abu bakar Ba'asyir itu sudah sangat rendah dan tidak perlu dikhawatirkan lagi bahwa dia akan melakukan hal-hal yang sifatnya teroristik," ungkapnya.
Sementara anak Ba’asyir, Abdul Rohim mengatakan, ayahnya bakal kembali berceramah setelah bebas tanpa syarat. Namun, dia memastikan bahwa ceramah ayahnya tidak akan seintensif dulu, mengingat usia yang sudah sepuh.
Dia juga berniat untuk memboyong ayahnya ke kampung halamannya di Solo.
"Insya Allah, cuma karena kondisi kesehatan beliau ini kan sudah tidak seperti dahulu mungkin kegiatan tablig akan terbatas karena kesehatan atau fisiknya yang tidak memungkinkan seperti dahulu," jelas Abdul Rohim.
Abu Bakar Baasyir telah menjalani masa hukuman selama sembilan tahun dari total pidana 15 tahun atas kasus terorisme yang dijatuhkan kepadanya. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.
Baasyir sebenarnya memiliki kesempatan pembebasan bersyarat pada Desember 2018, namun ia menolak syarat-syarat pembebasan bersyarat. Di antaranya penolakannya itu adalah mengakui kesalahan, kedua syarat setia pada Pancasila dan ketiga syarat setia pada NKRI. Mulai Senin (21/1), ia berstatus bebas murni atas kebijakan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga:
- Australia Menentang Pembebasan tanpa Syarat Ustaz Baasyir
- Jokowi: Pembebasan Abu Bakar Baasyir demi Alasan Kemanusiaan
- Ditjen PAS: Baasyir Tolak Teken Surat Kesetiaan kepada NKRI