Sabtu 19 Jan 2019 20:26 WIB

Sektor Pariwisata Mulai Terimbas Harga Tiket Pesawat

Wisatawan kini lebih melirik perjalanan ke luar negeri karena lebih murah.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Elba Damhuri
Sejumlah duta besar berkunjung ke kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (10/11).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Sejumlah duta besar berkunjung ke kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TENGAH -- Sektor pariwisata mulai merasakan imbas kenaikan harga tiket pesawat untuk rute domestik. Pergeseran gerak wisatawan nusantara (wisnus) dengan memanfaatkan rute luar negeri sebagai transit sebelum masuk ke Indonesia dikhawatirkan mematikan kota-kota transit pariwisata.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah mengatakan, tingginya harga tiket pesawat akan berdampak bagi sektor pariwisata di NTB, khususnya Pulau Lombok. Terlebih, pariwisata Lombok sedang dalam tahap pemulihan pascagempa yang terjadi pada pertengahan tahun lalu.

"(Tingginya harga tiket pesawat) tentu akan memukul pariwisata, tak hanya di tempat kami, tapi juga seluruh Indonesia," ujar Zul di kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah, NTB, Jumat (18/1).

Zul menilai, kenaikan harga tiket pesawat tidak lepas dari naiknya harga bahan bakar pesawat. Meski begitu, Pemprov NTB akan mencari cara agar harga tiket pesawat ke NTB lebih terjangkau guna menarik lebih banyak wisatawan.

"Bahan bakar pesawat tambah tinggi wajar juga. Kami sedang mencari cara agar Kemenpar juga bantu subsidi, bukan hanya untuk penerbangan luar negeri, tapi juga destinasi dalam negeri," kata Zul.

Salah satu upaya yang akan dilakukan, kata Zul, adalah dengan bertemu manajemen maskapai. Rencananya, Pemprov NTB akan bertemu dengan manajemen Lion Air dan Garuda Indonesia membahas tentang harga tiket pesawat 

"Kami akan ketemu Garuda dan Lion, bagaimana solusinya agar bisa turun karena kalau tiket tidak turun-turun susah juga orang berlibur ke sini," ungkap Zul.

Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies atau Asita) menyatakan, Batam mulai ditinggalkan sebagai kota transit. Sebab, wisatawan nusantara (wisnus) memilih langsung berlibur ke Singapura tanpa singgah di kota itu.

"Sekarang wisatawan langsung ke sana. Bertemu kami di Singapura, sudah tidak lewat Batam lagi," kata Sekretaris DPD Asita Kepulauan Riau, Febriansyah di Batam, kemarin.

Banyaknya wisnus yang langsung ke Singapura tanpa singgah di Batam itu merupakan imbas harga tiket pesawat internasional yang relatif lebih murah ketimbang penerbangan domestik. Ia mencatat, sampai sekarang pun, harga tiket pesawat masih mahal. Tarif pesawat Jakarta-Batam sudah di atas Rp 1 juta, sedangkan Jakarta-Singapura hanya sekitar Rp 500 ribu.

Meski begitu, kata dia, wisnus tetap menggunakan jasa agen perjalanan wisata yang berlokasi di Batam untuk melayani liburannya di Singapura. Namun, mereka tidak singgah terlebih dulu di Batam guna menghemat biaya perjalanan.

"Sudah kelihatan, mereka mengubah arah, seharusnya Jakarta ke Batam lalu ke Singapura, sekarang Jakarta langsung Singapura. Saya (agen perjalanan) menjemput mereka di Singapura," kata dia.

Menurut dia, kenaikan tarif tiket pesawat domestik akan mematikan parisiwata domestik Batam. Terlebih, Batam adalah kota transit bagi warga Indonesia yang ingin melanjutkan perjalanan ke Singapura dan Malaysia.

"Efeknya industri pariwisata di Batam, kalau berlanjut terus, repot juga. Habislah Batam," kata dia.

Sebaliknya, kenaikan tiket domestik akan dimanfaatkan oleh agen pariwisata yang banyak menawarkan paket keluar, dengan langsung mengatur perjalanan WNI di Singapura. "Positifnya, mungkin agen travel outbond bisa panen, jual paket ke luar negeri, tapi itu tidak bagus. Kami harapkan tiket normal, untuk mendukung pariwisata nusantara," kata dia.

(antara ed: fuji pratiwi)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement