Sabtu 19 Jan 2019 10:28 WIB

0rde Lama, Syahrir, Natsir, Hamka:Penjara Tanpa Proses Hukum

Ternyata di masa Orde Lama para tokoh pendiri bangsa tak takut masuk penjara.

Syahiri, Sukarno, dan Hatta.Tiga serangkai pendiri bangsa yang kemudian pisah jalan. Nasib paling tragis menimpa pada Sutan Syahir, dia meninggal di pengasingan dalam status tahanan politik semasa pemerintahan Sukarno. Hatta juga setelah mundur jadi Wapres jadi pengkritik Sukarno meski tak sempat ditahan.
Foto:
Mochtar Lubis, M. Yunan Nasution, J. Princen, Isa Anshari, E.Z. Muttaqien berfoto bersama di dalam penjara.

Ketika Presiden Sukarno memperkenalkan Demokrasi Terpimpin, dan mulai bertindak keras dengan memberangus media massa yang mengeritiknya, membubarkan partai dan organisasi yang dianggap tidak setia kepadanya, serta memenjarakan tokoh-tokoh yang bersikap kritis kepadanya, dalam sebuah tulisan, Bung Hatta mengingatkan bahwa diktator yang bergantung kepada kewibawaan seseorang, tidaklah lama umurnya. Demokrasi Terpimpin yang dilahirkan oleh Sukarno, tidak akan lebih panjang umurnya dari Sukarno sendiri. Apabila Sukarno sudah tidak ada lagi, maka sistemnya akan runtuh seperti runtuhnya sebuah rumah dari karton.

Dan ramalan Bung Hatta terbukti. Sesudah pemberontakan berdarah G30S/PKI, rezim Sukarno tumbang. Tahanan politik yang dijebloskan ke penjara tanpa pernah diproses secara hukum itu, dibebaskan oleh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto, menyusul perubahan politik besar yang terjadi di Republik ini.

Pada 17 Mei 1966, tiga orang jaksa: Adnan Buyung Nasution, Monang Pasaribu, dan Sudradjat membebaskan 15 tahanan politik:  (1). Mr. Mohamad Roem, (2) Mr. Anak Agung Gde Agung, (3) Prawoto Mangkusasmito, (4) Mochtar Gozali, (5) K.H.M. Isa Anshary, (6) Imron Rosjadi, S.H., (7) Hasan Sastraatmadja, (8) Kiai Mukti, (9) E.Z. Muttaqien, (10) Mochtar Lubis, (11) J. Princen, (12) Sultan Hamid, (13) Subadio Sastrosatomo, (14) Sholeh Iskandar, dan (15) M. Yunan Nasution.

Selain itu, pada 14 Juni 1966, Kejaksaan Agung membebaskan Soemarso Soemarsono, dan Muzani. Pada bulan Juli 1966, Kejaksaan Agung membebaskan (1) Mohammad Natsir, (2) Mr. Sjafruddin Prawiranegara, (3) Mr. Burhanuddin Harahap, (4) Nawawi, (5) M. Simbolon, (6) Mr. Assaat, (7) Nun Pantow, (8) Ventje Sumual, dan (8) Rudolf Runturambi.

Semua tahanan yang dibebaskan itu, pada mulanya masih berstatus tahanan rumah dengan kewajiban melapor sekali dalam sepekan. Sesudah itu menjadi tahanan kota, dengan kewajiban melapor sekali dalam satu bulan. Akhirnya sebagian besar tahanan dibebaskan penuh. Sebagian lainnya baru dibebaskan penuh pada tanggal 19 Mei 1967 –setelah satu tahun berstatus sebagai tahanan kota.

Bagaimanakah perasaan tokoh-tokoh itu kepada rezim  Sukarno yang telah memenjarakan mereka tanpa proses hukum? “Dalam kehidupan politik, peristiwa yang demikian haruslah ditinjau dengan scoupe yang luas dan tidaklah sewajarnya meninggalkan perasaan dendam dan lain-lain sifat yang serupa itu,” ujar Yunan Nasution.

Dendam?  “Tidak ada dendam-dendaman. Dan saya tidak benci kepada Sukarno,” ujar Natsir.

*Lukman Hakiem, Peminat Sejarah, Mantan Staf  Nastir, mantan anggota DPR dan Mantan Staf Wapres Hamzah Haz

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement