Sabtu 19 Jan 2019 00:40 WIB

Debat Perdana K3 (Kono, Kene, Konco)

Yang paling menarik dari debat capres adalah segmen pertanyaan dari pihak lawan.

Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin bersalaman dengan Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disaksikan Ketua KPU Arief Budiman sebelum debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).
Foto: Republika/Prayogi
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin bersalaman dengan Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disaksikan Ketua KPU Arief Budiman sebelum debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fritz E Simandjuntak*

Bagus Rumbogo, sahabat saya satu angkatan di FEUI 1974, menuangkan pengalaman hidupnya sejak mulai sekolah hingga menjadi eselon 1 di pemerintahan dan Direksi di BUMN PT Taspen dalam sebuah buku berjudul K 3 yaitu Kono Kene Konco.  Yang kira kira berarti di sana sini kita hidup untuk berteman.

Dengan prinsip dan falsafah hidup pertemanan itulah Bagus, meskipun hanya lulus S1 dari FEUI, mampu menapak kariernya hingga eselon 1 di pemerintahan.  Bagus pintar membangun hubungan baik dengan rekan kerja, atasan maupun bawahan.  Kelebihan Bagus adalah selalu bicara dengan penuh humor dan tidak ingin menyakiti hati orang lain. Suasana sejuk dan ceria selalu ada ketika Bagus hadir dalam setiap pertemuan.

Menonton debat calon presiden dan calon presiden kali ini saya llihat mencerminkan prinsip K3 dari Bagus Rumbogo,  yaitu Kono Kene Konco.  Padahal kedua pasangan sebenarnya adalah lawan. Sejak awal dimulainya kampanye, serangan bertubi tubi dilontarkan oleh pihak pasangan calon no 2. Tetapi di panggung debat kegarangan itu tidak terlihat sama sekali.

Terlihat juga terlatihnya pasangan calon no 2 dalam manajemen waktu.  Hampir setiap segmen selalu diberikan kesempatan oleh Prabowo kepada Sandiaga Uno untuk memberikan pendapatnya.  Sampai Prabowo memberikan kesempatan Sandiaga menjawab atas kritikan tajam Jokowi soal kebijakan partai Gerindra yang tidak konsisten dalam pemberantasan korupsi. Beruntung Sandiaga sigap menjawab bahwa dia bukan lagi kader partai Gerindra.

Hal sebaliknya terjadi pada pasangan calon no 1. Sampai beberapa kesempatan debat, pendamping pasangan no 1 hanya berdiam diri, menghadap ke depan, meskipun terlihat menyimak debat yang sedang terjadi. Hanya 4 kali Amin Ma’ruf bicara selama beberapa segmen debat tersebut.  Ini jelas kurang baik, mengingat publik juga ingin melihat ketrampilan dan pengetahuan Ma’ruf dalam topik topik yang diajukan moderator. 

Fred I Greenstein dalam bukunya Inventing the Job of President yang melakukan penelitian tentang kepemimpinan beberapa Presiden di AS berkesimpulan bahwa diperlukan 6 kualitas kepemimpinan seorang Presiden yang baik, yaitu: public communication, organizational capacity, political skill, policy vision, cognitive style dan emotional intelligence.  Mari kita lihat ketrampilan kedua pasangan terutama calon Presiden dengan menggunakan beberapa komponen tersebut.

Dalam hal Public Communication,  kedua calon Presiden sama sama memiliki kemampuan komunikasi publik yang baik. Dalam debat semalam, Prabowo agak unggul dalam manajemen waktu bicara.  Sementara Jokowi berkali-kali kehabisan waktu sampai harus diingatkan oleh moderator.  Namun kedua calon Presiden mampu menjelaskan visi dan misi mereka mengenai topik hokum, HAM, terorisme dan korupsi.

Dalam hal organizational capacity, kedua calon Presiden juga sudah terbukti mampu mengelola organisasi besar di negara ini.  Prabowo selain pengalaman di militer, juga berhasil membangun Partai Gerindra dari awal hingga menempati posisi tiga besar pada Pemilu 2014 dan menurut beberapa survai akan menjadi dua besar sesudah PDIP.  Namun Prabowo masih belum memiliki pengalaman dalam mengelola pemerintahan.

Sementara Joko Widodo sudah terbukti kemampuannya mengelola pemerintahan mulai dari tingkat Walikota, Gubernur hingga periode pertama Presiden. Banyak terobosan dan program prioritas Joko Widodo yang mendapat pujian dari masyarakat.  Antara lain mewujudkan keadilan sosial melalui pembangunan infrastruktur, program kesehatan BPJS, pendidikan, satu harga BBM. Bahkan mengambil alih 51 persen saham Freeport. 

Adapun komponen political skill  kembali kita melihat bahwa baik Joko Widodo dan Prabowo memiliki ketrampilan politik yang memang layak menjadi calon Presiden RI.  Kita bisa melihat bagaimana Joko Widodo menjungkir balikan DPR yang tadinya sebagian besar berada pada oposisi, lambat laun menjadi pendukung kuat Joko Widodo saat ini.

Sementara Prabowo meskipun berkali-kali gagal dalam pencalonan dirinya baik sebagai Wakil Presiden 2009 maupun Presiden tahun 2014, posisi Partai Gerindra selalu menjadi salah satu partai yang disegani di negara ini.

Visi kebijakan atau Policy Vision kedua kandidat relatif sama yang pada intinya berpihak kepada rakyat kecil dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Hanya saja Joko Widodo sudah memiliki pengalaman dalam membuat kebijakan.  Meskipun tidak seluruh kebijakan selalu berpihak pada rakyat.  Karena masih banyak kiritik yang dilontarkan kepada Joko Widodo mengenai beberapa kebijakan di pemerintahannya.

Namun satu hal yang dipegang Joko Widodo dari sisi Hukum adalah dia tidak pernah melakukan intervensi soal hukum.  Bahkan dia mendorong siapapun melaporkan ke pihak berwenang apabila ada pelanggaran kasus hukum.

Sementara Prabowo sama sekali tidak pernah duduk di pemerintahan dan belum terlihat hasilnya.  Pendapat pendapatnya baru bersifat normatif dan jargon jargon saja yang bahkan seringkali disampaikan dengan sangat keras.

Sehingga cukup aneh ketika Prabowo menyatakan bahwa Presiden adalah “Chief of Law Enforcement”. Karena sebenarnya masalah hukum adalah wewenang dari pihak Yudikatif.

Mengenai tumpeng tindih peraturan di tingkat nasional hingga daerah, kedua calon Presiden memiliki visi yang sama.  Meskipun ini sebagian juga wewenang Legislatif, tetapi kedua calon sepakat diperlukan Badan Legislasi Nasional untuk meninjau ulang beberapa peraturan yang saling tumpeng tindih atau bertentangan. Badan ini nantinya langsung di bawa Presiden.

Dalam hal ini kembali Joko Widodo memiliki keuntungan.  Karena selama 4 tahun menjadi Presiden ribuan peraturan, termasuk peraturan daerah sudah dicabut.  Dalam hal meningkatkan kemudahan berusaha Joko Widodo menyatakan telah membuat satu aplikasi online yang bisa diakses siapapun yang berminat dan hanya dalam beberapa hari dijamin ijin usaha akan keluar.  Ini terlihat dari peringkat “Ease of Doing Business” Indonesia yang naik dari peringkat 120 di tahun 2014 menjadi peringkat 73 di tahun 2018.

Yang paling menarik dari debat capres adalah segmen pertanyaan dari pihak lawan.  Di sinilah diperlukan komponen Cognitive Style dari seorang calon Presiden.  Beberapa kali pertanyaan menohok dilontarkan Joko Widodo, misalnya tentang jumlah kaum perempuan dalam kepengurusan Partai Gerindra yang sama sekali tidak mencerminkan visi misi Prabowo.  Atau masih dicantumkan calon legisatif mantan nara pidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement