REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Juru Bicara Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Nasrudin Salim mengatakan, kenaikan angka perceraian di Yogyakarta tidak terlalu signifikan. Kenaikannya lebih rendah jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di DIY.
"Kenaikannya tidak terlalu besar. Tapi kalau dari 2017 ke 2018, rata-rata 10 persen baik perceraian dan dispensasi nikah," kata Nasrudin, di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Jumat (18/1).
Ia menjelaskan, kasus cerai gugat merupakan yang terbanyak. Artinya, pengajuan perceraian ini dilakukan dari pihak istri.
Faktor tingginya kasus cerai gugat ini disebabkan karena banyak faktor. Faktor tersebut antara lain karena ditinggal oleh pihak suami, tidak memberikan nafkah, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Alasan kenapa tingkat perceraian di Yogyakarta tidak tinggi karena proses perceraian yang dianggap lebih rumit. Kebanyakan dari kasus yang ditangani, ada mediasi dan gugatan balik yang diajukan. Sehingga menekan angka perceraian itu sendiri.
"Di Yogya ini rumit, karena kualitas perceraiannya itu tinggi. Kalau di Sleman orang mau cerai, cerai saja. Kalau di Yogya ada yang minta nafkah, minta dibagikan harta gono gininya, minta nafkan anaknya segala macam, jadi banyak," tambahnya.
Wakil Panitera Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Mokh Udiyono mengatakan, memang kasus cerai gugat menjadi yang tertinggi ditangani di Pengadilan Agama Kota yogyakarta. Pada 2017 saja ada 489 kasus cerai gugat.
"Tapi kasus cerai talak hanya 150 kasus pada 2017 dengan faktor terbanyak karena meninggalkan salah satu pihak," kata Udiyono.
Pada 2018, kasus cerai gugat ada sebanyak 566 kasus. Sementara itu, 153 kasus terdiri atas kasus cerai talak. "Faktornya terbanyak karena perselisihan, ada 432 kasus," ujar Udiyono.
Untuk menekan tingkat perceraian ini, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Yogyakarta mewajibkan calon pengantin untuk menjalani bimbingan pra nikah. Hal ini dilakukan untuk menekan angka perceraian.
Kepala Kantor Kemenag Kota Yogyakarta, Nur Abadi mengatakan, bimbingan ini dilakukan selama dua hari kepada calon pengantin. Program ini sudah berjalan selama dua tahun sejak 2017 lalu.
"Program ini baru berjalan dua tahun, waktuya dua hari. Minimal ada delapan materi yang disampaikan," kata Nur, saat dikonfirmasi.