Jumat 18 Jan 2019 17:21 WIB

PARA Syndicate: Debat Pertama Pilpres Minim Sajikan Data

Debat pertama Pilpres 2019 membahas masalah hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) berjalan bersama capres no urut 02 Prabowo Subianto sebelum mengikuti Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Foto: Antara/Setneg-Agus Suparto
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) berjalan bersama capres no urut 02 Prabowo Subianto sebelum mengikuti Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Direktur Eksternal PARA Syndicate Jusuf Suroso menyayangkan kedua pasangan capres-cawapres sangat minim menyajikan data pada setiap argumentasi yang disampaikan dalam debat capres pertama tentang hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Debat pertama telah digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1) malam.

"Seharusnya perdebatan kemarin, argumentasinya disertai data-data yang valid," kata Jusuf dalam diskusi bertema "Bedah Visi Misi Capres dan Telaah Debat Capres Pertama", yang diselenggarakan PARA Syndicate di Jakarta, Jumat (18/1).

Dia mencontohkan, berdasarkan data, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PANRB sempat melakukan pemecatan massal terhadap aparatur sipil negara yang terkait tindak pidana korupsi. Namun, hal itu tidak disajikan capres Jokowi selaku petahana dalam debat.

Jokowi, kata dia, juga bisa menjelaskan keberhasilan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam memblokir 500 situs teroris sepanjang 2018, dan bisa mengklaim 2018 nisbi aman dari kegiatan berbau teroris. Tetapi, data-data tersebut juga tidak dimunculkan Jokowi dalam debat.

Sementara pasangan calon nomor 02 Prabowo-Sandiaga, menurutnya, juga tidak menyajikan data dalam menyampaikan argumentasinya. Saat Prabowo menyatakan akan mencegah korupsi dengan menaikkan gaji penyelenggara negara, Prabowo tidak menjelaskan seperti apa atau seberapa besar kenaikan gaji, yang dapat mencegah penyelenggara negara tidak melakukan korupsi.

Terlebih, kata Jusuf, sejatinya besaran gaji penyelenggara negara hanya salah satu pemicu terjadinya korupsi. Menurut dia, penyebab lain korupsi adalah keinginan menjadi kaya raya.

"Kalau gaji delapan juta, seabad juga tidak akan kaya raya, tapi itu kan kemampuan negara. Paslon 02 juga tidak menyebutkan seperti apa kenaikan gajinya," kata dia.

Jusuf mengatakan sejatinya Prabowo bisa mencuri hati publik jika dalam narasinya menjanjikan akan memenuhi kebutuhan penyelenggara negara. "Memenuhi kebutuhan penyelenggara negara dengan menaikkan gaji itu berbeda, karena memenuhi kebutuhan itu termasuk sandang, pangan, papan, kebutuhan keluarga termasuk kesehatan. Memenuhi kebutuhan penyelenggara negara akan menjadi gagasan anyar yang akan diapresiasi publik," jelasnya.

Sementara, janji menaikkan gaji penyelenggara negara adalah hal yang sudah sering dijanjikan calon pemimpin sehingga menjadi sebuah hal yang normatif. Dia juga mencermati, Prabowo mengatakan masalah terorisme disebabkan ketidakadilan pemerintahan saat ini. Tetapi lagi-lagi tudingan itu menurutnya tidak disertai data.

Jusuf menyarankan, tim Prabowo melakukan riset kecil dengan meminta pernyataan mantan pelaku teror untuk mendukung argumentasinya. Prabowo juga masih berargumentasi seolah terorisme berasal dari faktor eksternal Indonesia, atau ada keterlibatan internasional.

"Itu boleh jadi dari faktor eksternal, tapi penjelasannya lagi-lagi berhenti disitu saja, tidak ada data yang tersaji dengan apik," ulasnya.

Lebih jauh dia juga menyayangkan masalah narkoba tidak dimasukkan atau tidak mengemuka dalam debat pertama. Padahal, kata dia, masalah narkoba lebih serius dibandingkan terorisme, karena merusak generasi penerus bangsa. Jusuf pun berharap kedua pasangan capres-cawapres lebih banyak memberikan data dalam debat selanjutnya, agar kebimbangan publik terjawab.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement