Rabu 16 Jan 2019 07:48 WIB

Impor Melejit, Defisit Terburuk Sepanjang Sejarah

Darmin menyebut defisit menunjukkan ekonomi berjalan.

Rep: Haura/Sapto/Fikri/ Red: Teguh Firmansyah
Faisal Basri
Foto:
Defisit (ilustrasi)

Dia menjelaskan, lonjakan impor terjadi akibat banyak permintaan barang yang tidak diproduksi di Indonesia. Sehingga, menurutnya, impor tidak melonjak tinggi ketika ekonomi Indonesia melambat. Selain itu, dia mencermati defisit migas yang menjadi penyebab utama defisit neraca dagang 2018.

Menurutnya, defisit migas tidak mudah diturunkan lantaran masih menjadi kebutuhan utama masyarakat. Sementara, kinerja perdagangan nonmigas tak mampu mengimbangi defisit migas.

"Secara kebijakan, ya kalau migas itu tadi tidak mudah, walau ya kita berharap ada pengaruhnya dari B20. Yang perlu betul kita lakukan adalah mendorong ekspor nonmigas," kata Darmin.

Darmin mengatakan, pemerintah akan memperbaiki kinerja perdagangan Indonesia dengan mengatasi hambatan dan mendorong komoditas ekspor strategis. "Untuk nonmigas, ya kita identifikasi hambatannya dan memilih komoditas mana yang didorong," kata Darmin.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika melihat ada beberapa hal yang ikut mendorong lebarnya angka defisit neraca perdagangan tahun 2018.  Alasan pertama adalah dominasi faktor global. Erani mengutip penjelasan Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebutkan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina akan berimbas pada perekonomian negara-negara lain di dunia.

Bagi Indonesia, kedua negara tersebut merupakan pasar utama ekspor, dengan porsi masing-masing 10 persen untuk AS dan 15 persen untuk Cina. Namun meski terimbas perang dagang, ekspor ke kedua negara tersebut masih tumbuh positif masing-masing tiga persen dan 14 persen.

Alasan lainnya adalah fluktuasi harga minyak dunia. Erani menyebutkan, harga minyak dunia yang sempat menunjukkan tren kenaikan mau tak mau ikut menekan neraca perdagangan negara-negara importir minyak mentah. Meski begitu, BPS mencatat adanya tren penurunan nilai impor minak sejak November hingga Desember 2018.

Pada Desember 2018, mengacu pada data BPS, nilai impor minyak hanya 1,95 miliar dolar AS, atau masih lebih rendah dari Desember 2017. Erani yakin, kecenderungan penurunan harga minyak diprediksi membantu neraca perdagangan ke depan.  "Secara umum, kebutuhan impor minyak dan gas cenderung menurun karena penggunaan B20. Realisasi volume impor minyak dan gas sepanjang 2018 sebesar 49,11 juta ton, turun dari 50,37 juta ton," jelas Erani, Selasa (15/1).

Erani menambahkan, depresiasi rupiah terhadap dolar AS juga ikut menyumbang lebarnya defisit neraca perdagangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement