Selasa 15 Jan 2019 07:19 WIB

Vanessa Angel, Korban atau Pelaku Prostitusi?

Hukum positif belum memasukkan prostitusi sukarela sebagai pelaku pidana.

Artis  Vanessa Angel (kedua kiri) berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan terkait kasus prostitusi daring di Gedung Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (6/1/2019).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Artis Vanessa Angel (kedua kiri) berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan terkait kasus prostitusi daring di Gedung Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (6/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mabruroh, Arif Satrio Nugroho

Polisi menetapkan dua tersangka dalam kasus prostitusi daring yang melibatkan artis, yaitu muncikari berinisial ES dan TN. Sementara, dua artis, Vanessa Angel dan Avriellya Shaqilla, hanya ditetapkan sebagai wajib lapor. Padahal, dalam penggerebekan di sebuah hotel di Surabaya pada Sabtu (5/1), keduanya tertangkap basah melakukan kemesuman bisnis tersebut.

Meski begitu, polisi masih menggantung status keduanya, terutama Vanessa, yang menjadi sorotan utama masyarakat luas. Vanessa bisa menjadi tersangka dengan syarat.

"Jika ada temuan baru soal keduanya yang menggunakan tindakan prostitusi ini sebagai penghasilan utama akan kami tetapkan tersangka," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera,

Senin (7/1).

Hasil pemeriksaan awal polisi, keduanya mendapatkan penghasilan utama bukan dari prostitusi, tapi dari profesi artis dan model.

Alasan itu juga diduga kuat menjadi penyebab banyak artis yang tertangkap kasus yang sama, dibebaskan tanpa proses hukum. Bahkan, tanpa beban masih menjalani kehidupannya sebagai figur publik. Sebut saja artis Nikita Mirzani yang ditangkap polisi pada Desember 2015. Heboh kasus Nikita hanya sesaat dan berakhir dramatis di pusat rehabilitasi.

Bahkan, setelah kasus penggerebekan Vanessa Angel muncul, Nikita Mirzani ikut muncul berkomentar dalam salah satu acara tayangan di TV swasta pada Jumat (11/1). Ia mengaku cukup santai saat menjalani pemeriksaan kala itu.

Meski begitu, pengembangan kasus prostitusi daring di Polda Jatim sedikit menguak peran vital Vanessa dalam bisnis haram tersebut. Pada Senin (14/1), Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Akhmad Yusep Gunawan mengungkapkan, VA tidak hanya terlibat sebagai pemberi jasa prostitusi, tapi juga terlibat sebagai penyedia layanan.

"Peran Vanessa sebagai penyedia prostitusi. Ini jadi langkah berikutnya jadi dasar status VA," kata Yusep. Namun, polisi masih tetap ragu menetapkan status Vanessa.

Psikolog Forensik Reza Indragiri mengatakan, hukum positif Indonesia memang belum mengadopsi hukum voluntary prostitution atau prostitusi sukarela. Hukum tidak memosisikan pelacur sebagai pelaku, melainkan sebagai korban.

"Ini berangkat dari pandangan bahwa pelacur adalah manusia tak berdaya yang dieksploitasi pihak lain,” kata Reza.

Faktanya, kata dia, dewasa ini tidak sedikit orang menjadi pelacur adalah orang yang memilih berdasarkan perhitungan bisnis untung dan rugi. Sehingga, orang tersebut tanpa paksaan pihak lain bersedia dengan sukarela menjadi pelacur. “Ia berkehendak dan memutuskan sendiri untuk menjadi pelacur. Dia adalah pelaku aktif dalam pelacuran,” kata Reza.

Sayangnya, hukum positif Indonesia belum memosisikan pelacur sebagai pelaku. Padahal, dalam sebuah konferensi di Beijing beberapa tahun lalu menyarakan bahwa ada dua tipe bagi para pelaku prostitusi, yakni voluntary prostitution dan involuntary prostitution.

“Dua tipologi pelacuran tersebut belum diadopsi ke dalam hukum positif kita. Itu sebabnya, sebagaimana pada kasus pelacuran-pelacuran daring terdahulu, saya skeptis mereka bakal dipidana sebagai pelaku," katanya.

Menurut Reza, perbuatan mereka yang tertangkap polisi ini bisa jadi contoh dari voluntary prostitution. Sehingga, polisi menyidiknya, lalu karena voluntary maka semestinya dapat dipidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement