REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Fikri Noor
JAKARTA --Indonesia membutuhkan pendapatan tambahan untuk menggerakkan perekonomian nasional terutama dari sektor pajak. Kenaikan pendapatan ini diperlukan untuk menambal defisit anggaran belanja negara yang saat ini menyasar industri jual-beli online (daring).
Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai, keinginan pemerintah untuk menarik pajak dari pelaku usaha kecil yang tertuang dalam aturan terbaru perpajakan niaga daring, dinilai kontraproduktif dengan tekad pemerintah memajukan pelaku UMKM. Dia berharap aturan ini tidak diberlakukan dulu sebelum adanya komunikasi dengan pelaku UMKM dan perusahaan pemiliki paltform marketplace niaga daring.
Ikhsan mengatakan, saat ini pelaku UMKM sangat terbantu dengan adanya teknologi niaga daring. Sebab mereka bisa mendapatkan lebih banyak pembeli karena kemudahannya dalam melakukan order dan pengiriman kepada pembeli.
Jika pertumbuhan minat jual beli dalam niaga daring kemudian dipajaki maka bisa jadi pelaku UMKM beralih menggunakan media lain untuk berjualan, yang belum tentu seutung saat mereka masuk dalam platform marketplace. "Ini aneh. Di satu sisi UMKM didorong untuk masuk e-commerce, di sisi lain dikejar-kejar pajak. Jadi bagaimana?" kata Ikhsan, Ahad (13/1).
Berdasarkan data yang dihimpun Akumindo, UMKM yang berjualan melalui niaga daring baru mencapai 6 juta unit dari total 56 juta UMKM di seluruh Indonesia. Jumlah ini masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi pertumbuhan perekonomian Indonesia saat seluruh UMKM bisa memanfaatkan keberadaan platform marketplace.
Ikhsan menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu mendorong pelaku UMKM untuk bisa memanfaatkan niaga daring. Setelah banyak usaha kecil yang berkecimpung, barulah aturan pajak ini dijalankan.
Jika saat ini aturan perpajakan niaga daring diberlakukan, Ikhsan khawatir pelaku UMKM yang awalnya ingin masuk dalam niaga daring memilih berjualan melalui media sosial saja.
Asosiasi Niaga Daring Indonesia (Indonesia E-Commerce Association/Idea) meminta pemerintah untuk menciptakan aturan yang dapat mendukung pertumbuhan industri niaga daring. Mereka berpandangan pemerintah seharusnya bisa membuat peraturan yang lebih bijak dan mendorong perkembangan industri ini.
"Esensinya, asosiasi ingin aturan pemerintah bisa mendukung tumbuh kembang industri, bukan untuk mematikan," kata Ketua Umum Idea Ignatius Untung.
Menurut dia, aturan yang baru dikeluarkan Kementerian Keuangan diprediksi bisa mempersempit keinginan pelaku usaha kecil, yang mayoritas berkecimpung dalam platform marketplace, untuk berkembang dalam bisnisnya. Bahkan kebijakan ini pun bisa menahan laju pertumbuhan bisnis niaga daring di Tanah Air.
Saat ini, lanjut Untung, pihak asosiasi tengah mempelajari lebih dalam mengenai aturan pajak niaga daring. Sebab dalam sebuah aturan pasti akan ada untung rugi yang didapatkan.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, mengatakan pihaknya segera melakukan pemberitahuan secara bertahap menganai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Dengan demikian, diharapkan para perusahaan pemilik platform marketplace pun paham pentingnya kebijakan ini diambil.
"Kita juga rencanakan sosialisasi bersama platform marketplace untuk para pedagang, penyedia jasa, atau pelapak," kata Hestu.
Menurut Hestu, Direktorat Jenderal Pajak saat ini belum memproyeksikan kenaikan tingkat kepatuhan maupun penerimaan pajak dari implementasi aturan tersebut. Namun, aturan ini diberlakukan karena Kementerian keuangan berupaya menciptakan pembinaan kepada masyarakat yang melakukan usaha, sekaligus menciptakan peluang usaha yang setara.
"Ini menjadi sarana untuk pembinaan kepada pelapak untuk lebih sadar melaksanakan kewajibannya membayar pajak demi pembangunan nasional yang lebih maju," ujarnya.
Pekan kemarin, Kementerian Keuangan telah mengumumkan aturan perlakuan perpajakan untuk usaha melalui niaga daring. Dalam aturan ini, pedagang dan penyedia jasa harus melaksanakan kewajiban terkait pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5 persen dari omzet apabila omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun atau pajak UMKM.
Industri jual-beli ritel online mengalami pertumbuhan pesat. Pada 2017 saja, dari 140 jutaan penggunan internet di Indonesia, menciptakan transaksi belanja online hingga hampir 11 miliar dolar AS atau sekitar Rp 146 triliun. Jumlah ini dipastikan akan terus naik pada tahun-tahun mendatang. (ed: debbie sutrisno)