REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Idelisa Masyarafina, Muhammad Nursyamsi
JAKARTA -- Mahalnya tiket pesawat maskapai dalam negeri untuk penerbangan domestik mengakibatkan penurunan wisatawan. Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) mencatat terjadi penurunan kunjungan wisatawan domestik hingga 30 persen saat libur Natal dan tahun baru 2019.
Ketua Asita Asnawi Bahar mengatakan, penurunan tersebut tecermin dari jumlah penjualan paket perjalanan olah anggota Asita di berbagai daerah. "Dengan harga tiket yang sangat mahal, akibatnya terjadi penurunan wisatawan domestik 20-30 persen. Itu juga dirasakan oleh hotel-hotel di destinasi wisata strategis," kata Asnawi, Ahad (13/1).
Sebaliknya, kata dia, Asita mencatat ada kenaikan wisatawan domestik yang membeli paket perjalanan ke luar negeri. Jumlah lonjakannya nyaris sama dengan angka penurunan wisatawan domestik di dalam negeri.
Menurut Asnawi, dampak dari mahalnya tiket pesawat memang sangat terasa bagi dunia pariwisata. Sebab, 80 persen paket perjalanan wisata domestik adalah perjalanan antarpulau yang menggunakan pesawat. Kalau harga tiket tak kunjung turun, kata dia, pariwisata dalam negeri akan terancam, baik dari sisi jual di dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu, mahalnya tiket pesawat akan berdampak pada naiknya harga paket wisata. Daya saing produk wisata dalam negeri akan menurun dan kalah daripada negara-negara lain.
Pelaku bisnis parwisata pun khawatir terjadi penurunan lanjutan pada saat low season seperti sekarang ini. Dia memperkirakan, jumlah wisatawan domestik pada low season turun sekitar 50 persen jika harga tiket pesawat belum juga terjangkau.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, dampak dari tingginya harga tiket pesawat sudah mulai terasa bagi industri hotel dan restoran di NTB. Saat ini, okupansi kamar hotel di NTB hanya berkisar pada 20 persen sampai 30 persen.
Objek destinasi wisata di NTB tidak seperti di Pulau Jawa yang memiliki alternatif transportasi berupa kereta api dan bus. Dia menjelaskan, pariwisata NTB sangat bergantung pada dunia penerbangan dalam mendatangkan wisatawan.
"Itu sangat signifikan, tamu hotel berbintang di NTB hampir 95 persennya menggunakan pesawat ke Lombok, tidak mungkin dari Jakarta naik kapal laut ke sini," kata Lanang.
Saat ini, kata Lanang, harga tiket pesawat justru lebih murah dari Jakarta ke Singapura daripada ke Lombok. Hal ini menjadi seperti ironi karena biaya penerbangan ke daerah lain di Indonesia justru lebih mahal daripada ke luar negeri.
Lanang menambahkan, kenaikan harga tiket pesawat bisa dimaklumi jika terjadi pada peak season. Namun, kenaikan harga tiket pesawat pada low season dinilai sangat merugikan sektor pariwisata Lombok.
Pada saat normal, kata Lanang, tiket pesawat dari Jakarta ke Lombok masih bisa mendapatkan harga sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. Dia khawatir masyarakat Indonesia malah akan memilih berlibur ke luar negeri daripada ke Lombok karena tingginya harga tiket pesawat.
Berdasarkan pantauan Republika pada aplikasi pemesanan tiket daring, untuk rute Jakarta-Lombok pada Rabu (16/1), harga tiket terendah ialah sebesar Rp 1,1 juta. Sebagai perbandingan, rute Jakarta ke Singapura pada hari yang sama hanya sebesar Rp 500 ribu.
Sekretaris DPD Asita Lampung Adi Susanto berharap maskapai segera menurunkan tarif dan menunda penerapan bagasi berbayar. Sebab, mahalnya tarif tiket dan penerapan bagasi berbayar dapat merugikan pariwisata Lampung. “Dampaknya jelas signifikan pada kunjungan wisatawan ke Lampung. Perhitungan kami, prediksinya 30 persen penurunannya,” kata dia.
Adi mengatakan, saat ini, perusahaan biro perjalanan di Lampung sedang giat-giatnya mengangkat kembali kunjungan wisatawan ke Lampung setelah musibah tsunami melanda kawasan pesisir Lampung. Kata dia, musibah itu membuat kunjungan wisatawan ke Lampung turun.
Sayangnya, upaya mereka semakin berat dengan tingginya tarif tiket penerbangan dan penerapan bagasi berbayar oleh maskapai penerbangan berbiaya rendah. “Dua hal ini sangat memukul usaha biro perjalanan lokal,” ujarnya.
(mursalin yasland ed: satria kartika yudha)