Ahad 13 Jan 2019 21:09 WIB

Nilai Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Cilacap Anjlok

Musim angin barat dan gelombang tinggi jadi penyebab aktivitas nelayan tak optimal.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Andri Saubani
Perahu tradisional nelayan Cilacap, Jawa Tengah.
Foto: Antara
Perahu tradisional nelayan Cilacap, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Musim angin barat dan gelombang tinggi di perairan selatan Jawa Tengah (Jateng), mengakibatkan aktivitas penangkapan ikan nelayan Cilacap tidak bisa dilaksanakan optimal. Jumlah ikan hasil tangkapan nelayan pun menurun drastis.

Manajer Koperasi Usaha Desa (KUD) Mino Saroyo, Untung Jayanto, dalam kondisi normal, nilai hasil tangkapan nelayan yang dijual di berbagai TPI wilayah Cilacap berkisar antara Rp 12 hingga Rp 13 miliar per bulan. Bahkan pada September 2018 lalu, nilai hasil tangkapan nelayan mencapai Rp 16 miliar.

Namun, pada Desember 2018 saat musim angin baratan mulai berlangsung, nilai hasil tangkapan nelayan Cilacap ini menurun drastis. "Pada bulan Desember 2018 lalu, ikan hasil tangkapan nelayan Cilacap hanya mencapai nilai kisaran Rp 7 miliar. Kemungkinan, turunnya hasil tangkapan nelayan ini akan terus berlangsung pada Januari 2019 ini karena kondisi laut selatan masih didominasi gelombang tinggi," jelasnya, Sabtu (13/12).

Dia menyebutkan, data mengenai nilai hasil yang menurun drastis ini, diperoleh dari catatan data hasi lelang di 9 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dikelola KUD Minosaroyo. "Dari catatan kami, penurunan nilai hasil tangkapan nelayan Cilacap ini berlangsung sejak Oktober 2018 atau awal musim penghujan," jelasnya.

Namun dia memperkirakan, puncak penurunan ikan hasil tangkapan ini akan berlangsung pada Desember 2018 dan Januari 2019. "Pada Bulan Februari dan Maret 2019, kemungkinan ikan hasil tangkapan juga masih belum normal karena masih pada musim angin baratan. Tapi mungkin tidak seburuk Desember-Januari ini," katanya.

Menurutnya, selain kondisi angin baratan yang menyebabkan ikan di perairan selatan Jawa tidak terlalu banyak, juga karena kondisi gelombang tinggi dan badai yang kerap terjadi. Sepanjang Desember dan Januari 2019, gelombang tinggi hingga ketinggian di atas 4 meter kerap terjadi di perairan selatan Jawa.

"Dalam kondisi seperti ini, kebanyakan nelayan memang memilih menghentikan aktivitasnya melaut. Mereka mengisi kegiatan sehari-hari dengan memperbaiki alat penangkap ikan, atau menjadi pekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya," katanya.

Kalau pun ada yang tetap nekat melaut, Untung menyebutkan, biasanya nelayan yang menggunakan perahu kecil jenis jukung. Mereka melakukan pencarian ikan dengan hanya beraktivitas di sepanjang garis pantai.

"Nelayan yang menggunakan peraqhu jukung, berangkat melaut pada waktu sesuai subuh dan pulang sekitar pukul 11-12 siang. Tapi kalau cuaca buruk, mereka tidak akan berani melaut," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement