REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, menyebutkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki pilihan untuk tidak menjalankan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. KPU dapat melaporkan putusan Bawaslu RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
"Harus diingat di pasal 464 (UU Pemilu) kalau memang tidak setuju, ya silakan ke DKPP kan. Kalau ada putusan Bawaslu tidak mau dijalankan oleh KPU, ada pasal 464. KPU pun boleh kan melaporkan ke DKPP kalau mau. Pilihannya terbuka," ujar Zainal di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (13/1).
Menurutnya lagi, yang terpenting untuk diselamatkan dari polemik ini adalah pemilu itu sendiri. Pemilu, kata dia, tidak boleh terganggu tahapannya. Karena itu, penyelenggara pemilu pun sebaiknya jangan sampai terganggu.
"Karena kalau terganggu, banyak agenda yang terganggu. Jadi, yang harus dipikirkan itu pemilunya, bukan satu dua orang. Itu logika yang harus dibangun," tuturnya.
Ia juga menyebut putusan Bawaslu RI mengenai pencalonan Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang (Oso) sebagai anggota DPD RI melanggar banyak hal. Bahkan, kata dia, Bawaslu melanggar kewenangannya sendiri.
"Putusan Bawaslu itu menurut saya melanggar banyak hal. Bukan hanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dia langgar, putusan TUN pun dia lewati," jelas Zainal.
Sebelumnya, Bawaslu memutuskan memerintahkan KPU untuk memasukkan Oso ke dalam daftar calon tetap Pemilu 2019. Bawaslu juga menyatakan KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam proses pencalonan anggota DPD.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Bawaslu, Abhan, pada Rabu (9/1) sore di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat. "Menyatakan terlapor (KPU) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi Pemilu," ujar Abhan.