Senin 14 Jan 2019 00:25 WIB

Tiket Pesawat Mahal dan Target Kunjungan Wisatawan di 2019

Target kunjungan wisatawan asing ke Indonesia di tahun 2018 tidak tercapai.

Tanah Lot di Tabanan merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Bali.
Foto: Antara
Tanah Lot di Tabanan merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Indira Rezkisari*

Tahun 2018 ditutup dengan terjadinya tsunami di Selat Sunda. Lagi-lagi industri pariwisata Indonesia terpukul. Ratusan tempat penginapan, restoran, jalanan, dan infrastruktur terkait wisata luluh lantak di kawasan Karang Bolong, Carita, Tanjung Lesung, serta Lampung Selatan.

Sepanjang 2018 sejumlah bencana memang menghantui pariwisata Indonesia. Dimulai dari gempa besar di Lombok, yang berimbas ke Bali, lalu jatuhnya Lion Air, disambung tsunami di Sulawesi dan terakhir tsunami di Selat Sunda. Masih ada pulu erupsi Gunung Agung di Bali.

Data BPS mencatat, secara kumulatif, kunjungan wisman Januari hingga November 2018 adalah sebesar 14,4 juta kunjungan. Angka itu mengalami peningkatan 11,63 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017. Masih diperlukan kunjungan wisman sebanyak 2,6 juta pada Desember 2018 untuk bisa mencapai target kunjungan sebesar 17 juta yang dicanangkan pemerintah.

Bencana di Lombok dan Bali berdampak cukup besar bagi pariwisata Indonesia. Apalagi pariwisata Indonesia masih sangat mengandalkan Bali.

Meski secara akumulatif meningkat, jumlah kunjungan turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) mengalami penurunan pada Oktober 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data jumlah turis asing pada bulan tersebut hanya mencapai 1,29 juta kunjungan, turun 5,74 persen dibandingkan September 2018 yang mencapai 1,37 juta.

Jumlah turis asing dengan transportasi udara tercatat mencapai 855,9 ribu kunjungan, sementara lewat jalur laut sebanyak 243,7 ribu, dan jalur darat sebanyak 192,4 ribu.

Meski demikian, Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menyatakan penurunan tersebut wajar karena biasa terjadi dari tahun ke tahun. Di samping itu, kata dia, jumlah kunjungan turis asing secara kumulatif pada Januari-November 2018 juga masih meningkat sebanyak 11,92 persen yakni menjadi 13,24 juta kunjungan. Angka tersebut dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang hanya sebesar 11,83 juta kunjungan.

"Jadi lebih karena musiman. Pergerakannya sama seperti 2017, pada Oktober agak turun," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat.

Tahun 2019, pemerintah menargetkan angka kunjungan wisatawan asing hingga 20 juta. Jumlah yang sebenarnya cukup berat bila dilihat dengan capaian wisatawan asing yang hingga November 2018 mencapai 14,4 juta.

Satu lagi target wisatawan yang dibidik pemerintah. Mereka adalah wisatawan nusantara. Di tahun 2019 pemerintah menargetkan menarik 275 juta kunjungan wisatawan nusantara.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan akan menerapkan tiga program untuk meraih target wisatawan di 2019. Yaitu dengan strategi Border Tourism, Tourism Hub dan Low Cost Terminal (LCT). "Memang target 17 juta wisman di tahun ini meleset karena kemungkinan besar hanya akan mencapai angka 16 juta. Meski target wisman tak tercapai, tapi untuk target devisa terhitung cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 17,6 miliar dolar AS," tutur Arief Yahya, beberapa waktu lalu.

Perolehan devisa sebesar 17,6 miliar dolar AS tahun ini akan menempatkan sektor pariwisata di posisi teratas sebagai penghasil devisa. Jumlahnya mungkin bisa mengungguli CPO (Crude Palm Oil) yang saat ini menempati urutan pertama dengan nilai ekspor mencapai 17 miliar dolar AS.

Ketika sejumlah target sudah ditetapkan dan strategi sudah dikembangkan, pariwisata dalam negeri kembali bertemu hambatan di awal tahun. Harga tiket pesawat domestik dan rencana penerapan bagasi berbayar di sejumlah maskapai membuat publik bisa jadi mengurungkan niatnya berwisata dengan pesawat terbang.

Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Asnawi Bahar, mengungkapkan kenaikan harga tiket sudah berimbas ke penurunan penumpang pesawat domestik. Pada liburan tahun baru 2019, jumlah wisatawan domestik menurun drastis.

"Tahun baru anjlok hingga 30 persen, untuk domestik. Karena domestik kebanyakan antar pulau. Dengan harga tiket yang sangat mahal, akibatnya terjadi penurunan domestik 20-30 persen. Itu dirasakan oleh hotel-hotel yang strategis turun jumlah wisatawan," ujar Asnawi Bahar.

Menurut Asnawi dampak dari mahalnya tiket pesawat sangat terasa. Apalagi 80 persen destinasi wisata domestik antarpulau menggunakan pesawat. Kalau ini berlangsung terus akan mengancam pariwisata domestik, baik dari sisi jual di dalam negeri maupun luar negeri.

Menteri Pariwisata melalui kepala biro komunikasinya sudah menyampaikan harapan agar isu harga tiket dan bagasi berbayar bisa diselesaikan dengan semangat Indonesia Incorporated. Artinya, apapun solusinya harus demi kemajuan Indonesia.

Publik menanti solusi dari mahalnya tiket pesawat domestik dan rencana penerapan bagasi berbayar. Masyarakat tidak bisa sebatas diberi imbauan untuk bersikap nasionalis dan memilih berlibur di dalam negeri, bila pemerintah gagal menyediakan fasilitas pendukung dalam harga yang disanggupi masyarakat.

Bagaimana pun potensi pariwisata dari wisatawan nusantara harus diperhitungkan. Berdasarkan data dari Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), sepanjang 2016 sebanyak 11,5 juta kunjungan wisatawan asing memberi sumbangan devisa 12,57 miliar dolar AS. Sedangkan wisatawan nusantara yang mencapai 264,3 juta kunjungan menghasilkan pengeluaran belanja sebesar 18,59 miliar dolar.

Mungkin bagi wisatawan di Pulau Jawa, adanya Tol Trans Jawa memberi alternatif wisata darat bila harga tiket pesawat terlalu berat. Bayangkan bila butuh Rp 1 juta tiket pulang pergi Jakarta Surakarta, lalu dikali empat orang. Sementara hanya butuh beberapa ratus ribu untuk membayar bensin dan tol dari Jakarta ke Surakarta. Waktu tempuhnya juga relatif lebih pendek berkat akses tol baru. Tak heran bila sudah dilaporkan terjadi penurunan penumpang di Bandara Semarang dan Surabaya pada liburan akhir tahun lalu.

Siapa tahu solusinya bisa ikut dipikirkan oleh capres dan cawapres yang nanti akan berdebat. Karena pariwisata masih menjadi salah satu pemasukan unggulan bagi Indonesia.

*penulis adalah redaktur di Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement