REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Al Muzzammil Yusuf menanggapi pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas soal kelompok radikal di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Bagi Muzzammil, kelompok yang radikal patut disematkan pada kelompok komunis di Indonesia. Selain itu juga kelompok yang kerap menembaki aparat pertahanan negara.
"Yang radikal itu, komunis di Indonesia, dan yang nembak-nembaki tentara kita. Itu yang radikal, kenapa mereka enggak diselesaikan," kata dia di Jakarta, Sabtu (12/1).
Muzzammil enggan bicara ada-tidaknya kelompok radikal di salah satu kubu kandidat capres-cawapres. Namun, menurut dia, jika bicara radikal, justru yang perlu diperhatikan, pertama adalah kebangkitan simbol-simbol komunisme dalam bentuk buku dan pembela-pembelanya.
Kedua, lanjut Muzzammil, gerakan separatis yang telah menembaki warga sipil, militer, dan polisi. Karena itu, menurut dia, pemerintah seharusnya mengurusi kelompok-kelompok yang seperti itu. "Kelompok itu yang harus diberi perhatian," kata anggota DPR Fraksi PKS ini.
Baca juga, Temui Jokowi, GP Ansor: Kami Resah dengan Kelompok Radikal.
Sebelumnya jajaran pengurus dan pimpinan wilayah Gerakan Pemuda Ansor dari seluruh Indonesia menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jumat (11/1) kemarin.
Salah satu topik pembahasan yang disampaikan adalah adanya dugaan gerakan kelompok radikal yang menginduk pada salah satu pasangan calon presiden dan wapres.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyebutkan, mereka resah dengan adanya potensi aliran dukungan kelompok-kelompok radikal terhadap salah satu kontestan pilpres itu.
Ia menyebutkan, gerakan kelompok ini tersebar di sejumlah daerah di Indonesia terutama di Jawa Barat dan Riau. Di kedua wilayah tersebut, kata Yaqut, gerakan kelompok radikal terkonsilidasi.
"Mereka bukan merusak pemilu, namun mereka menginduk pada salah satu kontestan pemilu untuk masukkan agenda-agenda mereka. Ya dirikan Negara Islam lah, Khilafah Islamiyah, atau minimal mereka dirikan NKRI bersyariat," jelas Yaqut usai menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka,